BEM Nusantara DKI Jakarta: Merdeka Untuk Siapa?
FORUM MAHASISWA HUKUM BURSEL-JAKARTA DESAK KPK PANGGIL PLT KADIS PU ATAS TEMUAN BPK
KABARMASA.COM, JAKARTA - FORUM MAHASISWA HUKUM BURSEL-JAKARTA DESAK KPK PANGGIL PLT KADIS PU ATAS TEMUAN BPK PROVINSI MALUKU TERKAIT PENYALAHGUNAAN ANGGARAN NEGARA Rp. 4,8 MILIAR, DAN SAUDARA GAROM ATAS DUGAAN KPRUPSI PADA PROYEK PEMBANGUNAN RSUD SALIM ALKATIRI YANG DIDUGA RUGIKAN NEGARA MILIARAN RUPIAH.
Forum Mahasiswa Hukum Bursel-Jakarta datangi KPK yang ke 5 kalinya untuk mengawal laporan yang mereka sampaikan beberapa hari kemarin di KPK, dan sekaligus menyuarakan agar secepatnya KPK bertindak untuk menyelidiki dugaan Kurupsi pada proyek pembangunan RSUD Salim Alkatiri Kabupaten Buru selatan pada jumat ,15/08/2025.
Koordinator Lapangan A Malik mengatakan,proyek pembangunan RSUD Salim Alkatiri di kabupaten buru selatan berawal dari tahun 2021 hingga sekarang tidak berjalan alias mangkrak dan diduga merugikan negara sebesar Rp.4,8 Miliar.Ujarnya.
Aksi yang dilakukan hari ini di depan komisi pemberantasan korupsi (KPK) adalah bentuk kekecewaan kami kepada pemerintah buru selatan serta penegak hukum karna gagal dalam mengawasi pembangunan proyek tersebut sehingga menyebapkan kerugian negara, ujarnya.
Kami dari gerakan Forum Mahasiswa Hukum Bursel-Jakarta, meminta dengan tegas kepada Komisi Pemberantasan korupsi untuk segera mengambil tindakan tegas panggil oknum oknum yang diduga kuat menjadi dalang dibalik mangkraknya Gedung RSUD Salim Alkatiri Kab.Buru selatan .
Adapun pihak-pihak yang patut diduga melakukan tindakan korupsi adalah Sdr. H. Samsul B.Sampulawa, sebagai pejabat pembuat komitmen pada proyek pembangunan RSUD Salim Alkatiri yang sekarang menjabat sebagai PLT Kepala Dinas PU Kab. Buru Selatan dan kontraktor yang menangani proyek pembangunan RSUD Salim Alkatiri yakni Sdr.Garom, Tegas A Malik koordinator lapangan Forum Mahasiswa Hukum Bursel-Jakarta.
Diketahui, korupsi adalah sebuah tindakan seseorang untuk memperkaya diri dan kelompok tertentu dengan cara melawan hukum. Dimana tindakan korupsi itu sendiri masuk dalam kategori “kejahatan luar biasa”(Extra Ordinary Crime). Korupsi sendiri telah diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi yakni Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.serta Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Tambahnya.
Maka dari itu KPK RI segera panggil dan periksa Plt.Kadis PU kabupaten buru selatan serta saudara kontraktor Garom yang diduga melakukan praktek korupsi pada pembangunan gedung RSUD Salim Alkatiri Namrole .Kab buru selatan yang merugikan negara sebesar Rp.4,8 Miliar. Ujarnya.
Mereka juga membawa poster dengan dengan tulisan "SAPUH BERSIH KORUPTOR DARI LINGKUP PEMERINTAHAN KABUPATEN BURU SELATAN"
Koordinator aksi, A. Malik, menyatakan bahwa aksi ini lahir dari rasa keprihatinan terhadap lemahnya penegakan hukum di Maluku. “Kami hadir karena hukum di Maluku seperti jalan di tempat. Ini bukan hanya soal anggaran, tapi soal masa depan daerah kami,” tegasnya.
Malik menuntut KPK untuk segera mengambil langkah hukum terhadap Samsul Sampulaw dan Garom “KPK harus turun tangan. Jangan tunggu kerugian negara makin besar. Tangkap dan periksa Samsul Sampulaw dan Garom sekarang juga!” Tutup orasinya.
Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Maluku (AMPM) Skandal Kantor Penghubung Aru di Jakarta: Pegawai Diduga Makan Gaji Buta, APBD Diduga Terkuras
Indikasi Korupsi Di Tubuh Kampus Merah Maron : LDPI Sultra Desak Kejaksaan Periksa Rektornya
POROS MUDA INDONESIA: Serukan Pengibaran Bendera Merah Putih Jelang HUT RI ke-80
KABARMASA.COM, JAKARTA - Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, Poros Muda Indonesia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di rumah, kantor, sekolah, dan seluruh ruang publik.13 Agustus 2025
Seruan ini disampaikan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para pahlawan bangsa yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam pernyataan resminya sekalian ajakan, Poros Muda Indonesia juga menegaskan sikap tegas terhadap para pengurus dan simpatisan untuk mengibarkan merah putih.
“Bendera Merah Putih adalah simbol perjuangan dan harga diri bangsa. Mengibarkannya di bulan kemerdekaan adalah bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berkorban membawa Indonesia ke alam kemerdekaan saat ini,” ujar Frans, juru bicara Poros Muda Indonesia.
Frans menjelaskan bahwa kewajiban untuk mengibarkan Bendera Merah Putih telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
“Dalam Pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengibarkan Bendera Negara di rumah, kantor, dan tempat umum pada tanggal 17 Agustus. Aturan ini diperkuat oleh berbagai instruksi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran nasional dan semangat kebangsaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Poros Muda Indonesia menyampaikan penolakan keras terhadap pengibaran simbol-simbol budaya asing, terutama yang tidak mencerminkan identitas dan semangat nasionalisme Indonesia.
“persatuan bangsa yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata,” tegas Frans.
Dalam semangat peringatan HUT RI ke-80, Poros Muda Indonesia menyerukan agar momen bersejarah ini tidak hanya menjadi perayaan seremonial, tetapi juga sebagai momentum reflektif untuk memperkuat rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, serta persatuan lintas agama, suku, ras, dan budaya.
“Mari jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, tetapi hasil dari perjuangan panjang. Pengibaran bendera adalah tindakan sederhana, tapi sarat makna. Mari kita rayakan Hari Kemerdekaan dengan mempererat persatuan dan menjaga warisan para pendiri bangsa,” tutup Frans.
Aliansi Mahasiswa Dan Pemuda Maluku Desak DPRD Usut Maraknya Judi Togel Di Kabupaten Kepulauan Aru
Pengumuman Komisaris dan Direktur PT. Energi Kepri, Penuh Kejutan, Nama-nama terpilih menjadi Komisaris
Kuasa Hukum Acai Angkat Bicara: Korban Dituding Pelaku, Ini Fitnah, Buktinya sudah Jelas
Berdasarkan keterangan resmi dari kantor hukum Rustandi & Associates yang mendampingi Acai, peristiwa berawal saat korban dan enam orang temannya baru selesai acara di KTV Majesty. Saat hendak turun menggunakan lift, terjadi insiden kecil yang memicu emosi seorang pria berinisial AH alias Amiang yang diduga dalam pengaruh alkohol.
Dalam kronologi yang dipaparkan kuasa hukum Acai, Amiang tiba-tiba melakukan penyerangan fisik tanpa alasan yang jelas. Padahal, Acai sudah berusaha menghindar, menenangkan, bahkan membantu mengembalikan barang-barang milik Amiang yang terjatuh.
"Namun, justru balasan yang diterima adalah cekikan, pukulan, dan tindakan kekerasan lainnya yang membuat pakaian korban robek serta menyebabkan luka-luka di beberapa bagian tubuhnya," ungkap Dr Edy Rustandi, S.H, M.H selepas Reka ulang adegan yang di lakukan oleh Polres Tanjung Pinang di Bintan Mall di bawah Ktv Majesty pada Rabu (06/07) .
Dalam reka ulang adegan ke dua pelaku yaitu amiang dan luku dengan tangan terborgol turut di hadirkan oleh penyidik Polres Tanjung pinang di lokasi kejadian
Tidak hanya itu, kekerasan berlanjut hingga ke area luar lift. Seorang rekan pelaku berinisial L alias Luku juga ikut memukul kepala korban, menambah deretan tindak penganiayaan yang dialami Acai. Ironisnya, saat korban sudah dalam kondisi terluka dan hendak meninggalkan lokasi, kedua pelaku masih mengikuti hingga ke rumahnya pada pukul 03.00 WIB.
Setelah menjalani visum di RSUD Raja Ahmad Thabib dan melapor ke Polresta Tanjungpinang, penyidik bergerak cepat. Dengan dukungan hasil visum, keterangan saksi-saksi, dan bukti rekaman CCTV yang telah diuji keasliannya, polisi menetapkan Amiang dan Luku sebagai tersangka pengeroyokan.
"Kami mengapresiasi kinerja penyidik Polresta Tanjungpinang yang telah bekerja secara profesional, transparan dan sesuai dengan prosedur hukum dalam menetapkan tersangka berdasarkan bukti yang sah," ujar kuasa hukum Acai.
Pihak kuasa hukum juga menyayangkan berbagai narasi di media sosial yang menyudutkan Acai, bahkan memutarbalikkan fakta seolah-olah dia adalah pelaku. Mereka menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan penyebaran fitnah
"Acai adalah korban. Fakta hukum menunjukkan bahwa dia yang diserang, dianiaya, dan dikejar-kejar meski telah mencoba meredakan konflik. Bukti CCTV dan visum berbicara jelas. Tuduhan balik yang dilayangkan terhadap klien kami adalah tidak berdasar," tegas Dwiki Kristantio, S.H. di Tempat yang sama saat konfirmasi berita media ini
Kasus ini pun menjadi sorotan publik karena menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang adil dan bebas dari penggiringan opini. Tim hukum berharap proses hukum terus berjalan tanpa intervensi dan pelaku dihukum seadil-adilnya.(Tim/Red)
PW HIMA PERSIS KEPRI TEGASKAN: JANGAN FOMO BENDERA ONE PIECE
Dalam beberapa waktu terakhir, viral tren di media sosial yang menunjukkan sejumlah kalangan, terutama generasi muda, mengibarkan bendera bertema anime One Piece dengan motif tengkorak sebagai bentuk ekspresi hiburan. Menyikapi fenomena ini, PW HIMA PERSIS KEPRI mengingatkan bahwa bendera Merah Putih bukan sekadar kain dua warna, tetapi lambang kehormatan, perjuangan, dan identitas bangsa Indonesia.
"Kami tidak menolak hiburan, kami tidak melarang kreativitas anak muda, tetapi mengganti bendera hiburan dengan simbol negara adalah bentuk kekeliruan yang bisa merusak nilai nasionalisme," tegas Sekretaris Jendral PW HIMA PERSIS KEPRI, Angga Hardika.
PW HIMA PERSIS KEPRI mendorong seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih bijak dalam mengekspresikan minat terhadap budaya populer tanpa mengorbankan simbol-simbol negara yang memiliki nilai sakral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih lanjut, PW HIMA PERSIS KEPRI juga mengajak pihak pemerintah dan institusi pendidikan untuk memperkuat pendidikan kebangsaan dan wawasan kebudayaan agar tidak terjadi lagi penyimpangan pemahaman terhadap simbol-simbol negara.
"Merah Putih adalah darah dan tulang bangsa ini. Jangan main-main dengan simbol negara. Ini soal jati diri kita sebagai bangsa merdeka. Jadi, silahkan kritik oknum yang salah dan jangan hina Bendera Indonesia dengan lambang seperti itu." tambahnya.
Sebagai organisasi kemahasiswaan berbasis nilai-nilai Islam dan keindonesiaan, HIMA PERSIS KEPRI akan terus berada di garis depan dalam menjaga integritas dan martabat bangsa di tengah arus globalisasi dan tren budaya asing yang tak selalu sesuai dengan nilai-nilai lokal.(Red/ZS)
Para Presiden Mahasiswa Aliansi BEM NUSANTARA Jakarta: Bendera One Piece Adalah Ekspresi Bukan Ancaman Bangsa
POROS MUDA INDONESIA: Serukan Pengibaran Bendera Merah Putih dan Tolak Simbol Non-Nasional Jelang HUT RI ke-80
Ahmad samsul munir terpilih menjadi presidium nasional halaqoh bem pesantren di mukhtamar ke-V
KABARMASA.COM, JAKARTA - Sidang Muktamar Halaqoh V HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA pada hari yang menjadikan agenda 2 tahun sekali untuk menentukan arah gerak mahasantri Indonesia resmi pada tanggal 31 Juli – 03 Agustus 2025 di Universitas Darunnajah. Kegiatan ini dihadiri seluruh bem dari perguruan tinggi se-indonesia.Jakarta selatan, 02 agustus 2025
Selama perjalanan Sidang berlangsung dengan diketuai oleh Moh. Aam Badrul Hikam secara demokrasi, dengan forum pleno yang kondusif. Selain daripada forum yang membahas soal pergerakan utama mahasantri, tetapi juga membahas kebutuhan pada beberapa wilayah seperti Pendidikan, lingkungan, HAM, serta politik dan demokrasi. Namun tidak berlarut dalam kebutuhan wilayah, kegiatan utamanya adalah pemilihan Presidium Nasional HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA pada periode 2025-2027.
Dalam proses pemilihan yang sangat transparan dan melibatkan seluruh peserta sidang, terpilihlah Ahmad Samsul Munir dari Universitas Nurul Huda OKU Timur sebagai Presidium Nasional HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA yang baru. Beliau berhasil meraih mayoritas suara setelah melalui beberapa tahapan peraturan untuk mendapatkan rekomendasi dari beberapa wilayah.
“sebagai presidium nasional yang terpilih secara sah, saya memiliki harapan yang sangat istimewa agar masa kepemimpinan bukan hanya soal simbol, tetapi menjadi wadah dan pintu awal yang menjadikan kekuatan moral dan intelektual yang mengawal demokrasi, keadilan sosial serta berpihak kepada mahasantri dan masyarakat kecil dengan tidak meninggalkan aksi nyata yang lebih adil, beradab, dan berpihak pada kebenaran.” Ujar Ahmad Samsul Munir.
Dalam proses pemilihan ini di hadiri juga oleh Presidium Nasional Halaqoh Bem Pesantren Gus Muhammad Naqib Abdulah, beliau menyampaikan harapan besar untuk HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA dan Presidium yang terpilih.
“Saya percayakan kepada tangan pemimpin yang baru, pada gerakan mahasantri akan terus tumbuh menjadi lebih kuat, solid, dan berdampak nyata bagi mahasantri di HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA. Harapan saya dapat menjaga integritas gerakan, dapat merawat solidaritas dengan memperkuat peran mahasantri, serta melanjutkan agenda strategis dengan membawa inovasi trobosan yang relevan.” Ujar Muhammad Naqib Abdullah.
Kami sebagai mahasantri yakin bahwa estafet pada kepemimpinan ini bukan sekedar serah terima jabatan, melainkan bentuk dari keberlanjutan dari perjuangan-perjuangan mahasantri dari generasi kegenerasi. Serta mampu merangkul semua mahasantri dari berbagai wilayah bahkan sampai keplosok sekalipun.
Sidang ditutup dengan seruan solidaritas mahasantri untuk tetap konsisten dalam mengawal isu-isu nasional dan memperkuat peran HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA sebagai ruang dan mitra pemerintah serta representasi suara mahasantri se-indonesia.
KORSU Hukum & HAM BEM NUSANTARA: Keliru Jika Melarang Pengibaran Bendera One Piece Sebagai Upaya Kritik Kebijakan Pemerintah Dan Kebebasan Berekspresi
Menggugat Janji KPK Dan Membongkar Skandal CSR BI-OJK
Menikah Sebelum Sah Jadi Polisi : Bripda Didi Lakukan Pembohongan Kepada Institusi Polri
Putra Daerah Soroti Gagalnya Kepemimpinan Wali Kota Pematang Siantar, Sebut Kota Semakin Rusak
Telantarkan Anak Dan Istri Bripda Didi Hasyadi Di Kecam Keluarga Korban
Aktivis Maluku Bela Jais Ely Terkait Tuduhan Di Dinas Pariwisata
Fenomena Aparat Mesum Sembunyi Dibalik Kata "Oknum"
BEM PTNU soroti Krisis Multisektor di Indonesia: Dari Ekonomi hingga Keamanan Nasional
![]() |
Oleh Ketua BEM PTNU Muhammad Ikhsanurrizqi |
KABARMASA.COM, JAKARTA - Indonesia tengah menghadapi situasi yang cukup kompleks dan mengkhawatirkan di berbagai sektor kehidupan bangsa. Ketua BEM PTNU Se-Nusantara, Muhammad Ikhsanurrizqi, menyoroti bahwa krisis yang dihadapi hari ini bukan hanya bersifat sektoral, melainkan terstruktur dan saling berkaitan.
Di sektor ekonomi, kita menyaksikan harga kebutuhan pokok yang terus melonjak, ketimpangan distribusi bantuan sosial, dan meningkatnya angka pengangguran yang tidak tertangani serius. Anak muda sebagai tulang punggung produktivitas bangsa justru banyak yang kehilangan arah karena minimnya lapangan kerja dan akses terhadap ekonomi digital yang inklusif.
Secara politik, bangsa ini mengalami demoralisasi kepemimpinan dan krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Politik transaksional semakin menjadi budaya, sementara keberpihakan terhadap rakyat kecil justru dipertanyakan. Demokrasi kita hari ini seolah hanya menjadi jargon dalam pesta lima tahunan tanpa substansi keberpihakan pada keadilan sosial.
Di bidang teknologi dan informasi, arus digitalisasi yang masif ternyata belum diiringi dengan literasi digital yang memadai. Masyarakat rentan menjadi korban hoaks, manipulasi opini, hingga kecanduan media sosial yang memperlemah budaya berpikir kritis. Sementara itu, data pribadi warga negara justru menjadi komoditas ekonomi bagi korporasi besar tanpa pengawasan yang ketat.
Lingkungan hidup juga terus tergerus oleh proyek-proyek eksploitatif yang mengabaikan keberlanjutan. Alih fungsi lahan, deforestasi, dan pencemaran air serta udara telah menjadi realita harian, namun minim upaya mitigasi dari pemerintah. Anak muda yang bersuara malah sering diabaikan atau bahkan direpresi.
Dari sisi keamanan, konflik horizontal masih terjadi, mulai dari intoleransi hingga kekerasan berbasis identitas. Selain itu, ketahanan pangan, energi, dan data kini menjadi titik rawan baru di era geopolitik global yang tidak stabil. Indonesia harus waspada terhadap infiltrasi ideologi ekstrem maupun pengaruh asing yang bisa memecah belah bangsa.
Sebagai Ketua BEM PTNU, Muhammad Ikhsanurrizqi menegaskan bahwa pemuda dan mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan keadilan lintas sektor. Mahasiswa tidak boleh menjadi penonton di tengah pusaran krisis. Sudah saatnya kita mengambil peran lebih strategis, mengawal kebijakan, dan menawarkan solusi yang berbasis nilai keilmuan, moralitas, dan keberpihakan pada rakyat.
“Indonesia harus diselamatkan bukan hanya oleh elit yang duduk di kursi kekuasaan, tapi oleh kita semua, rakyat yang sadar, peduli, dan siap bergerak!”
PERAN MEDIA MENANGGAPI KASUS-KASUS VIRAL
![]() |
JULITA, S.H |
1. Hak atas Privasi vs.
Kebebasan Berpendapat
Salah satu masalah hukum yang muncul adalah konflik antara hak atas privasi individu dan kebebasan berpendapat atau informasi. Media sering kali mempublikasikan kasus-kasus yang melibatkan individu tertentu tanpa memperhitungkan dampak privasi bagi pihak yang bersangkutan. Dalam hukum Indonesia, misalnya, Pasal 28G UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas perlindungan diri dan keluarganya dari segala bentuk gangguan. Namun, kebebasan pers dan hak atas informasi juga dilindungi oleh Pasal 28F UUD 1945, yang memberi hak kepada setiap orang untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Media sering kali terjebak dalam upaya untuk menarik perhatian audiens, tanpa mempertimbangkan efek dari pemberitaan terhadap reputasi dan kehidupan pribadi seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara hak untuk mengetahui dan hak individu atas privasi.
2. Penyebaran Berita Palsu dan Fitnah
Kasus viral sering kali melibatkan penyebaran informasi yang tidak akurat, bahkan hoaks, yang berpotensi merusak reputasi seseorang atau institusi. Penyebaran informasi palsu atau fitnah bisa berujung pada pelanggaran hukum, baik itu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pencemaran nama baik (Pasal 310-311 KUHP) maupun UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang memberikan sanksi bagi pelaku penyebaran informasi yang merugikan orang lain.
3. Dampak Psikologis dan Sosial terhadap
Terpannya Pihak Terkait
Kehadiran media dalam mengangkat suatu kasus viral seringkali memiliki dampak psikologis yang mendalam terhadap individu yang menjadi subjek dalam pemberitaan tersebut. Banyak kasus, individu yang menjadi pusat perhatian publik akibat pemberitaan media dapat mengalami stres, kecemasan, atau bahkan depresi akibat tekanan sosial yang diberikan. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, terdapat kemungkinan terjadinya pemerasan atau ancaman terhadap orang yang terlibat.
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak atas perlindungan terhadap setiap individu, terutama dalam hal dampak psikologis yang timbul akibat pemberitaan media. Oleh karena itu, perlu mengedepankan etika jurnalistik yang memprioritaskan kepentingan publik tanpa mengabaikan hak-hak individu yang terlibat dalam kasus tersebut.
4. Tanggung Jawab Media dalam Memberikan Pemberitaan yang Objektif
Tanggung jawab media dalam pemberitaan yang objektif dan tidak berpihak sangat penting untuk menjaga keadilan dan transparansi. Dalam banyak kasus viral, sering kali pemberitaan media memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan atau bahkan memihak salah satu pihak tanpa memberikan ruang bagi pihak lainnya untuk menyampaikan pembelaannya. Hal ini berpotensi melanggar prinsip keadilan, yang merupakan prinsip dasar dalam hukum.
5. Penyelesaian Kasus yang Viral Melalui Jalur Hukum
Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang viral, jalur hukum sering kali menjadi pilihan terakhir untuk mencari keadilan. Dalam hal ini, mereka dapat menempuh langkah-langkah hukum, baik melalui gugatan perdata (untuk pencemaran nama baik atau kerugian lainnya) maupun laporan pidana (terkait fitnah atau penyebaran hoaks). Namun, tidak semua orang memiliki pengetahuan atau sumber daya untuk menempuh jalur hukum ini.
Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum dapat membantu memberikan rasa keadilan, namun juga perlu diingat bahwa proses hukum yang panjang dan memakan biaya bisa menjadi beban tambahan bagi pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi atau rekonsiliasi juga bisa menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi kasus-kasus viral.
Putusan Bebas dalam Kasus Perdagangan Orang: Kegagalan Keadilan Hukum Pidana
![]() |
Affiliana Uli Hutagalung, S.H. Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila |
KABARMASA.COM, JAKARTA - Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tidak hanya melanggar hukum pidana Nasional, tetapi juga mencederai nilai-nilai hak asasi manusia secara fundamental. Dalam sistem hukum pidana Indonesia, TPPO telah dikategorikan sebagai tindak pidana serius, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang secara tegas mengatur tentang larangan, sanksi, dan perlindungan terhadap korban.
Kasus perdagangan orang adalah luka terbuka dalam sistem hukum pidana kita. Kejahatan ini tak hanya merenggut kebebasan seseorang, tetapi juga menghancurkan masa depan korban secara sosial, ekonomi, bahkan psikologis. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ketika pelaku kejahatan ini justru bebas melenggang keluar dari ruang sidang, akibat lemahnya pembuktian atau tidak maksimalnya kerja aparat penegak hukum.
Karena dalam praktiknya, penegakan hukum pidana terhadap pelaku TPPO masih menghadapi sejumlah permasalahan krusial, seperti:
* Putusan bebas yang kontroversial terhadap pelaku TPPO, meskipun telah terdapat bukti kuat,
* Minimnya perlindungan korban dalam proses peradilan pidana,
* Kurangnya koordinasi antarpenegak hukum dalam mengusut jaringan perdagangan orang secara komprehensif.
Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara norma dan implementasi hukum pidana di Indonesia. Penegakan hukum pidana yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan masyarakat justru menjadi tumpul ketika dihadapkan pada kejahatan yang terorganisir dan melibatkan banyak kepentingan.
Salah satu contoh konkret yang sempat mencuat adalah putusan bebas dalam perkara No. 71/Pid.Sus/2016/PN.Bna, di mana terdakwa yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang dinyatakan bebas oleh hakim. Ini menjadi ironi dalam sistem hukum pidana, karena pelaku lolos dari jerat hukum, sementara korban terus menanggung dampak seumur hidup.
Pertanyaannya, di mana letak keadilan pidana dalam kasus ini?
Dalam hukum pidana Indonesia, tindak pidana perdagangan orang telah masuk dalam kategori extraordinary crime yang harus ditindak secara serius dan tegas. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 telah mengatur secara rinci tentang definisi, bentuk, serta sanksi pidana bagi pelaku TPPO. Bahkan, instrumen hukum internasional seperti Protokol Palermo sudah diratifikasi oleh Indonesia sebagai bentuk komitmen global memberantas kejahatan ini.
Namun dalam praktik, penegakan hukum kita sering kali tidak mencerminkan semangat tersebut. Banyak perkara yang akhirnya berujung putusan bebas bukan karena terdakwa tidak bersalah, tetapi karena kegagalan dalam proses pembuktian, lemahnya koordinasi antarpenegak hukum, dan kurangnya perlindungan terhadap korban sebagai saksi kunci.
Sebagai negara hukum, putusan pengadilan tentu harus dihormati. Tapi itu tidak berarti sistem kita tak bisa dikritik. Dalam konteks hukum pidana, hakim memiliki peran strategis sebagai penjaga keadilan substantif, bukan hanya penerjemah pasal-pasal hukum secara tekstual.
Sebagai seorang yang berlatar belakang pendidikan hukum, saya berpendapat bahwa Indonesia harus segera melakukan reformasi dalam penegakan hukum pidana, khususnya terhadap tindak pidana berat seperti TPPO. Reformasi tersebut meliputi:
1. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan jaksa, dalam menangani kasus yang melibatkan korban rentan seperti perempuan dan anak.
2. Penguatan peran hakim dalam menerapkan hukum secara progresif dan berkeadilan, terutama dalam memberikan perlindungan kepada korban.
3. Optimalisasi pemulihan hak-hak korban, termasuk pemulihan psikologis dan jaminan hukum pasca putusan.
4. Penerapan sanksi pidana secara proporsional dan tegas, agar memiliki efek jera bagi pelaku dan efek preventif bagi masyarakat.
Laporkan Aktivis, LAKI Sultra: Legal PT. TRK Baper dan Anti Kritik
JAGA MARWAH ULAMA, JAGA BANTEN: BANTEN TIDAK BOLEH DIPECAH BELAH OLEH NARASI KEBENCIAN
KABARMASA.COM, BANTEN - Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Banten dihadapkan pada maraknya ujaran dan ekspresi publik yang merendahkan martabat ulama dan menghina institusi keagamaan, khususnya yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Winah Setiawati ketua PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap fenomena ini.
Sebagai organisasi kaderisasi intelektual yang lahir dari rahim NU, PMII menilai bahwa penghinaan terhadap kiai, pesantren, dan simbol-simbol keagamaan bukan sekadar tindakan tidak etis, tetapi bentuk kekerasan simbolik yang mengancam harmoni sosial dan keberadaban publik di tanah Banten.
Ulama adalah pilar peradaban. Di tangan merekalah pendidikan, akhlak, dan jati diri bangsa ini ditempa. Mereka bukan hanya guru agama, melainkan penjaga nilai, penyejuk konflik, dan pengayom masyarakat lintas golongan. Oleh karena itu, mencederai ulama sama dengan mencederai nurani dan akal sehat umat.
Tindakan penghinaan terhadap tokoh agama, simbol keagamaan, maupun lembaga keagamaan secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran atas norma hukum nasional. Dalam Pasal 156 KUHP, disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia dapat dipidana. Selain itu, dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diatur bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dapat dikenakan sanksi hukum. Pasal 45A ayat (2) UU yang sama memberikan sanksi pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pelanggarnya.Ulama adalah pilar peradaban.
Di tangan merekalah pendidikan, akhlak, dan jati diri bangsa ini ditempa. Mereka bukan hanya guru agama, melainkan penjaga nilai, penyejuk konflik, dan pengayom masyarakat lintas golongan. Oleh karena itu, mencederai ulama sama dengan mencederai nurani dan akal sehat umat.
Tindakan penghinaan terhadap tokoh agama, simbol keagamaan, maupun lembaga keagamaan secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran atas norma hukum nasional. Dalam Pasal 156 KUHP, disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia dapat dipidana. Selain itu, dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diatur bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dapat dikenakan sanksi hukum. Pasal 45A ayat (2) UU yang sama memberikan sanksi pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pelanggarnya.
Lebih dari sekadar kerangka hukum, penghinaan terhadap ulama adalah bentuk pelecehan terhadap akar budaya dan tradisi spiritual yang menjadi penyangga utama masyarakat Banten. Tanah ini telah lama dikenal sebagai wilayah yang dihormati karena keberadaan para wali, kiai, dan ulama besar. Banten bukan hanya entitas geografis, tetapi tanah keramat yang hidup oleh nasihat, doa, dan perjuangan para alim.
PMII Banten mengingatkan seluruh pihak bahwa keberadaban bangsa ini ditopang oleh penghormatan terhadap orang-orang berilmu dan berbudi. Jika narasi kebencian dan fitnah dibiarkan terus berkembang, maka tidak hanya NU atau pesantren yang rusak, melainkan keutuhan masyarakat Banten secara keseluruhan akan terkoyak.
Banten adalah rumah bersama. Di tanah ini para ulama telah berabad-abad menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Jangan biarkan rumah ini retak oleh ego, narasi adu domba, atau kepentingan sempit. Mari kita jaga Banten — tanah berkah para ulama — dengan adab, akal sehat, dan cinta persaudaraan. Karena sekali Banten terpecah, sulit disatukan kembali.