Amsir Salah: Wahabi, Duri Tajam Di Jalan Terjal Persatuan Sunni-Syiah

KABARMASA.COM, JAKARTA- Di dunia Islam, selain dua mazhab besar yakni Sunni dan Syiah, ada pula satu kelompok lain yang cukup berpengaruh secara politik dan finansial: yaitu Wahabi. Kelompok ini awalnya merupakan gerakan kecil yang muncul di Najd, kawasan gurun yang jauh dari pusat peradaban Islam klasik seperti Baghdad, Kairo, atau Damaskus. Pendiri gerakan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1792), menjalin aliansi strategis dengan keluarga Saud, yang kala itu tengah berambisi memperluas kekuasaan politik mereka di Jazirah Arab. Kolaborasi ideologi dan kekuasaan inilah yang kelak menjadi fondasi berdirinya Kerajaan Arab Saudi.

Secara demografi, Wahabi bukanlah representasi mayoritas umat Islam. Bahkan hingga kini, populasi pengikutnya jauh lebih kecil dibandingkan penganut mazhab Sunni tradisional maupun Syiah. Sekadar perbandingan, menurut sejumlah penelitian, penganut Syiah di dunia Islam mencapai sekitar 15–30 persen dari total populasi Muslim, dengan konsentrasi tinggi di Iran, Irak, Lebanon, Azerbaijan, Bahrain, serta sebagian wilayah Afghanistan, Pakistan, dan Yaman. Sebaliknya, Wahabi tetap merupakan minoritas yang kuat karena ditopang oleh kekayaan minyak dan kekuasaan politik keluarga Saud yang menguasai dua kota suci: Mekah dan Madinah.

Dengan kendali atas Haramain—dua kota suci yang menjadi magnet spiritual jutaan umat Islam dari seluruh dunia setiap tahun—Wahabi menjadikan mimbar-mimbar masjid utama sebagai sarana dakwah global untuk menyebarluaskan ideologi mereka. Dominasi mereka atas institusi-institusi keagamaan, penerbitan, bahkan beasiswa studi ke Timur Tengah membuat ajaran Wahabi mudah tampil sebagai "arus utama" dalam pandangan masyarakat awam. Mereka mencitrakan diri sebagai pengikut paling setia Sunnah Nabi, menggunakan legitimasi geografis sebagai pusat dakwah awal Islam. Padahal jika dilihat secara sejarah keilmuan, pusat-pusat intelektual Islam klasik seperti Al-Azhar di Mesir, Qom di Iran, Najaf di Irak, dan Zaytuna di Tunisia memiliki peran jauh lebih signifikan dalam perkembangan tradisi ilmu keislaman selama berabad-abad.

Ironisnya, bahkan tokoh setingkat Grand Syaikh Al-Azhar sekalipun tidak diberikan akses untuk menyampaikan khutbah di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Ruang-ruang keagamaan di Haramain dikuasai mutlak oleh kelompok Wahabi. Aliran-aliran lain, baik dari kalangan Sunni tradisional (Asy’ariyah-Maturidiyah) maupun Syiah, dipinggirkan dari wacana publik keagamaan.

Maka tak heran, Kongres Ahlusunnah yang diselenggarakan di Grozny, Chechnya pada tahun 2016, yang dihadiri oleh ulama-ulama muktabar dari Mesir, Yaman, Suriah, Rusia, dan berbagai negara lain, secara tegas menyatakan bahwa Wahabi tidak termasuk dalam kategori Ahlusunnah wal Jamaah. Dalam deklarasinya, mereka menegaskan bahwa Ahlusunnah adalah pengikut teologi Asy’ari dan Maturidi, fikih empat mazhab, dan tasawuf yang murni. Wahabi tidak masuk dalam kriteria ini karena pendekatan mereka yang literal, takfiri (gemar mengkafirkan), dan menolak warisan keilmuan Islam klasik.

Namun demikian, Wahabi tetap menggunakan nama-nama yang membingungkan: kadang mengaku sebagai Sunni, kadang menyebut diri Salafi—yang dalam sejarah Islam merujuk pada generasi awal (salafus saleh), tetapi dalam versi Wahabi menjadi proyek ideologis yang memusuhi hampir semua mazhab yang telah mapan. Dalam banyak kasus, mereka memakai label-label ini untuk melegitimasi tindakan ekstremisme dan untuk menyudutkan kelompok lain, terutama Syiah.

Salah satu medan perang propaganda mereka yang paling kentara adalah Suriah. Sejak awal konflik Suriah tahun 2011, isu sektarian Sunni-Syiah terus dihembuskan oleh media-media yang dibiayai oleh negara-negara Teluk. Narasi yang dibangun: bahwa ini adalah perang antara Syiah (pemerintah Bashar Assad dan sekutunya) melawan Sunni. Padahal kenyataannya jauh lebih kompleks. Pemerintah Suriah terdiri dari koalisi multi-agama dan multi-etnis. Korban kekerasan datang dari semua pihak: Sunni, Syiah, Kristen, Druze, bahkan sekte-sekte kecil seperti Yazidi. Kelompok-kelompok yang melakukan pembantaian dan aksi terorisme brutal justru banyak berasal dari faksi-faksi jihadis yang berhaluan Wahabi seperti Jabhat al-Nusra (afiliasi Al-Qaeda) dan kemudian ISIS.

Dengan memainkan isu sektarian dan menciptakan dikotomi palsu “Sunni vs Syiah”, Wahabi berhasil memecah belah umat Islam. Siapa pun dari kalangan Sunni yang bersikap adil terhadap Syiah, atau menyerukan persatuan, langsung dicap sebagai "Syiah terselubung" dan dijadikan target kampanye kebencian. Ini adalah strategi yang sistematis: memonopoli definisi kebenaran Islam, menghapus keberagaman pemahaman, dan menciptakan musuh-musuh imajiner demi melanggengkan pengaruh mereka.

Padahal sejarah Islam tidak pernah tunggal. Ia penuh warna, penuh mazhab, penuh dialektika, penuh spiritualitas dan peradaban. Wahabi justru datang mereduksi kekayaan itu menjadi sekadar hitam-putih: halal-haram, sunnah-bid’ah, tauhid-syirik, tanpa ruang untuk tafsir dan kasih sayang.

Dalam isu Palestina, Wahabi tampil beda sendiri. Mengaku bela Palestina tapi dengan penuh semangat menggiring narasi pelemahan gerakan perlawanan. Hanya karena Hamas yang Sunni bekerjasama dengan Iran dan Hizbullah yang Syiah dalam menghalangi aneksasi paksa Palestina oleh Israel, mereka menyebut Hamas organisasi Syiah yang patut dicurigai bahkan dimusuhi, alih-alih dibantu dan didukung. Setiap yang mengkampanyekan persatuan Islam dalam mendukung Palestina, Wahabi akan muncul sebagai agen perusak lagi-lagi membawa hoax Sunni terbantai di Suriah, Iran, Irak dan Yaman oleh Syiah. Atau dengan daftar-daftar pengkhianatan Syiah sepanjang sejarah hasil lamunan mereka, untuk menabur kebencian. Realitasnya, Sunni-Syiah hidup harmonis dengan saling bertoleransi di negara-negara Islam selama berabad-abad, bahkan termasuk di jantung kota Madinah. Fenomena yang sangat dibenci Wahabi. Sebab bawaan lahirnya memang dicangkokkan ke dalam tubuh umat Islam untuk menjadi tumor.
Share:

No comments:

Post a Comment

Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts