Tauladani Sikap Tegas Presiden, Komitmen BEM PTNU : Kawal Pertanian dan Energi Indonesia

Direktur Pertanian dan Energi BEM PTNU Se-Nusantara
M Nadhim Ardiansyah

KABARMASA.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya pada pembukaan Akad Massal 26 ribu unit KPR FLPP, Senin 29 September 2025 Bukan hanya menyediakan tempat tinggal yang layak untuk masyakatnya saja, Bapak Presiden menyampaikan kabar yang tak bisa dianggap remeh: Indonesia mencatat produksi padi tertinggi dalam sejarah. Namun, di sela kalimat optimisme itu, ada pengakuan yang lebih penting: sistem kita rapuh dan penuh kebocoran.

Kami dari Direktur Pertanian dan Energi BEM PTNU Se-Nusantara mencatat pernyataan ini bukan sebagai seremonial belaka, melainkan sebagai alarm. Produksi tinggi tak selalu berarti pangan aman. Ketersediaan tidak selalu menjamin kesejahteraan. Karena dalam sistem yang keropos, angka-angka bisa menjelma ilusi. Yang panen besar bukan petani, tapi para tengkulak dan penguasa logistik. Swasembada pangan dan energi adalah soal kedaulatan. Ia bukan hanya perkara produksi, tetapi juga distribusi, tata kelola, dan keberpihakan. Dan ketika Presiden sendiri mengakui bahwa kebocoran masih menjadi masalah laten, maka pengawasan dari publik—terutama kaum akademisi—bukan hanya penting, tapi mutlak.

Kami menyatakan:

Bahwa mahasiswa tidak cukup hanya menjadi penonton.Bahwa keberhasilan sektor pertanian dan energi harus dikawal dari meja rapat hingga lahan tani, dari sumur minyak hingga rumah rakyat. Bahwa sistem yang rapuh harus dibenahi, bukan disiasati. Kami mendunkung langkah tegas Bapak presiden yang ingin memerangi korupsi dan kami menolak pembiaran terhadap celah-celah korupsi. inefisiensi di dua sektor strategis ini. Karena ketika pangan bocor, yang lapar adalah rakyat. Ketika energi diselewengkan, yang gelap adalah masa depan.

Sebagaimana amanat UUD 1945, bumi, air, dan kekayaan alam harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Maka hari ini, kami berdiri—bukan untuk sekadar bersorak atas capaian angka, tapi untuk mengawal janji kedaulatan. Kesejahteraan tidak datang dari data yang disampaikan di podium. Ia datang dari ladang yang subur, dari harga yang adil, dari listrik yang menyala, dan dari keberanian untuk membenahi sistem yang salah.


Kami siap mengawal. Kami siap berdiri. Kami tidak akan diam.!!!

Share:

Makan Bergizi Gratis: Genosida Pangan, 5626 Anak diracuni Negara, ACMI Desak Copot Kepala BGN dan Pertanggungjawaban Prabowo

KABARMASA.COM, JAKARTA- Dalam momentum bulan Oktober, Hari Kesaktian Pancasila, Evaluasi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo - Gibran, serta momentum Sumpah Pemuda, Asosiasi Cendekia Muda Indonesia (ACMI) menyatakan duka mendalam sekaligus kemarahan atas tragedi keracunan massal yang menimpa ribuan anak sekolah akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digalakkan Pemerintah. ACMI menilai, program yang seharusnya menjadi wujud pemenuhan hak gizi, justru berubah menjadi "Genosida Pangan" yang terencana dan terstruktur.

Menurut data yang dirilis ACMI berdasarkan temuan CSIS per 19 September 2025, tercatat 5.626 kasus keracunan MBG di berbagai wilayah, mulai dari Bogor, Cilegon, Batang, Palu, hingga Sumatera Selatan. Ribuan anak-anak ini mengalami muntah, diare, pusing, hingga ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Koordinator Aksi ACMI, Luis Andika, menegaskan bahwa tragedi ini adalah bukti nyata kegagalan negara dalam mengamankan amanat konstitusi dan UU Kesehatan.

"Fakta menunjukkan negara ini telah mengkhianati amanat konstitusi, UU Kesehatan, dan UU Pangan. Anak-anak kami diracun! Mereka bukan jatuh sakit karena kekurangan gizi, tapi karena mabuk racun yang disajikan di bawah pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN)! Ini bukan kelalaian biasa, ini adalah indikasi pembunuhan massal, yang kami sebut Genosida Pangan," tegas Luis Andika dengan nada lantang, (02/10/2025).

ACMI menilai, program MBG telah dipolitisasi dan dijadikan proyek bisnis segelintir elite, merampas hak gizi rakyat dan melanggar prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Karena itu, ACMI melakukan aksi protes di depan gedung BGN, Kebon Sirih, dengan Tujuh Tuntutan Rakyat (TUNTURA) Kepada Negara Sebagai Kick-Off Momentum perlawanan terhadap Genosida Pangan dan pengkhianatan nilai-nilai Pancasila, pada Kamis, 2 Oktober 2025, dengan mengajukan 7 Tuntutan Aksi (TUNTURA):
1. Pecat dan Proses Hukum Kepala dan Wakil Kepala BGN karena terindikasi kuat menjadi dalang keracunan MBG.
2. Meminta Pertanggungjawaban Penuh Presiden Prabowo Subianto atas jatuhnya ribuan korban keracunan yang membuktikan kegagalan kepemimpinan nasional.
3. Mendesak DPR RI segera membentuk Panitia Khusus (Pansus MBG) untuk mengusut total penyimpangan anggaran dan pelanggaran HAM.
4. Usut tuntas korban MBG serta libatkan lembaga independen nasional seperti KPAI, Ombudsman, dan BPOM untuk mengusut, serta memberikan jaminan keamanan bagi korban dan saksi.
5. Proses Hukum Pejabat & Vendor MBG sesuai KUHP, UU Pangan, UU Kesehatan, dan UU Perlindungan Anak.
6. Alihkan Anggaran MBG (Rp 71 Triliun) ke program gizi lokal berbasis koperasi rakyat, petani, peternak, dan nelayan.
7. Stop Sosialisasi Pangan Anak Sekolah! Gizi adalah hak rakyat, bukan ladang bisnis! Mendesak pemerintah membawa kasus MBG ke ranah internasional (Dewan HAM PBB, Komite Hak Anak, dan Special Rapporteur on the Right to Food).

"Kami akan memastikan kasus ini menjadi perhatian dunia. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergabung, melawan, dan membongkar tabir kebohongan program MBG yang telah meracuni masa depan bangsa. Cukup sudah pengkhianatan ini!," pungkas, Luis Andika.

Share:

Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Recent Posts