Doktrin Perkalian Nol Sufmi Dasco Ahmad: Rasionalitas Loyalitas dan Etika Kepemimpinan Politik Modern


KABARMASA.COM, JAKARTA - Doktrin Perkalian Nol yang disampaikan Sufmi Dasco Ahmad bukan sekadar pernyataan simbolik, tetapi gagasan politik rasional yang menegaskan pentingnya loyalitas sebagai fondasi moral dan sistemik dalam membangun keteraturan kekuasaan. Dalam politik yang kerap terjebak pencitraan, Dasco menghadirkan perspektif baru - bahwa kecerdasan dan ambisi tak berarti tanpa kesetiaan terhadap perjuangan kolektif. Artikel ini mengulas gagasan tersebut dari kacamata etika politik dan teori sistem, serta menempatkan Dasco sebagai sosok yang mengembalikan makna nilai dan integritas dalam kepemimpinan modern Indonesia. 

“Banyak yang ramai di akhir cerita, tapi sunyi saat bab perjuangan ditulis.”

-Sufmi Dasco Ahmad

“Loyalitas bukan bentuk ketundukan, melainkan kesetiaan moral terhadap perjuangan bersama.”

- Ilham Setiawan

Dalam sejarah politik modern Indonesia, jarang ada politisi yang mampu menyederhanakan nilai loyalitas menjadi konsep rasional seperti yang dilakukan Sufmi Dasco Ahmad. Jakarta (29/10/2025)

Melalui gagasan yang ia sebut sebagai “Doktrin Perkalian Nol”, Dasco menghadirkan rumus politik yang sederhana tetapi tajam: “Sebesar apa pun kemampuanmu, jika loyalitasmu nol, maka hasilnya tetap nol.”

Pernyataan ini bukan sekadar retorika politik. Ia adalah bentuk rasionalisasi nilai-nilai perjuangan yang selama ini sering terabaikan dalam sistem politik yang sibuk mengejar hasil dan citra, tetapi lupa pada proses dan kesetiaan.

Politik Rasional dan Loyalitas Kolektif

Dalam perspektif teori sistem politik, loyalitas adalah unsur pengikat yang menjamin kohesi dan stabilitas internal.

Dasco memahami hal ini dengan sangat baik - bahwa partai dan negara tidak akan kuat bila individu di dalamnya hanya berorientasi pada kepentingan pribadi.

Dengan “Doktrin Perkalian Nol”, Dasco memulihkan makna loyalitas bukan sebagai alat kendali, tetapi sebagai instrumen rasional untuk menjaga keteraturan politik.

Ia ingin agar setiap kader tidak hanya “hadir saat kemenangan”, tetapi berjuang sejak bab awal perjuangan ditulis.

Pendekatan ini menjadikan Dasco bukan sekadar organisatoris, melainkan arsitek stabilitas politik internal - seseorang yang mengerti bahwa kekuasaan yang sehat dibangun di atas fondasi disiplin dan integritas kolektif.

Etika Kekuasaan dan Moralitas Kepemimpinan

Dari sisi etika politik, gagasan Dasco selaras dengan pandangan klasik Aristoteles: bahwa politik sejati harus berlandaskan virtue (keutamaan moral), bukan sekadar ambisi.

Dengan menekankan loyalitas, Dasco sejatinya sedang mengembalikan makna kekuasaan kepada prinsip moral - di mana kesetiaan bukanlah pada figur, tetapi pada nilai perjuangan bersama.

Ucapan Dasco, “banyak yang ramai di akhir cerita tapi sunyi saat bab perjuangan ditulis”, mengandung makna reflektif. Ia sedang mengingatkan bahwa politik bukan tentang sorotan kamera, tetapi tentang ketulusan dalam bekerja di balik layar.

Gaya komunikasinya yang rasional, tegas, namun tetap beretika, membuatnya tampil sebagai model pemimpin politik yang memadukan moralitas dan rasionalitas.

Loyalitas sebagai Pilar Demokrasi

Bagi sebagian orang, loyalitas dianggap bertentangan dengan semangat demokrasi. Namun dalam pendekatan Dasco, loyalitas justru menjadi penyangga demokrasi itu sendiri. Tanpa loyalitas terhadap nilai dan struktur, kebebasan politik dapat berubah menjadi anarki kepentingan.

Loyalitas yang dibangun Dasco bukan loyalitas buta, melainkan loyalitas sadar - kesediaan untuk berkomitmen terhadap perjuangan bersama bahkan ketika tidak ada sorotan.

Inilah yang membedakan loyalitas yang bermoral dari sekadar kepatuhan politis.

“Kontribusi Dasco bagi Politik Indonesia, dalam dinamika politik nasional, Sufmi Dasco Ahmad berperan sebagai penjaga keseimbangan sistem kekuasaan”.

Sebagai Ketua Harian DPP Partai Gerindra dan tokoh sentral DPR RI, ia menempatkan dirinya di posisi strategis yang menjembatani ideologi partai, kepentingan pemerintah, dan aspirasi rakyat.

Konsep Doktrin Perkalian Nol yang ia gagas merepresentasikan kecerdasan konseptual yang jarang muncul di antara politisi pragmatis masa kini.

Dengan gaya kepemimpinan yang rasional, konsisten, dan berorientasi nilai, Dasco berhasil menunjukkan bahwa kekuasaan dapat dijalankan dengan moralitas dan disiplin intelektual.

“Doktrin Perkalian Nol” bukan sekadar semboyan partai.

Ia adalah konsep etik-politik yang mengajarkan bahwa loyalitas adalah nilai pengali dari semua keunggulan manusia politik.

Kecerdasan, ketenaran, dan ambisi tidak akan berarti tanpa kesetiaan terhadap perjuangan bersama.

Sufmi Dasco Ahmad, melalui doktrin ini, tidak hanya menegakkan loyalitas sebagai nilai, tetapi juga mengubahnya menjadi strategi rasional dalam menjaga integritas sistem politik nasional.

Di tengah era politik yang kerap kehilangan arah, kehadiran Dasco adalah pengingat bahwa perjuangan politik sejati bukan tentang siapa yang paling cepat mencapai puncak, tetapi siapa yang paling setia menulis setiap bab perjuangan dengan konsisten.


Oleh : Ilham Setiawan

Pengamat Politik dan Pemerintahan

Editor : ZSN

Share:

No comments:

Post a Comment

Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts