KABARMASA.COM, JAKARTA- Putra Maluku Utara M. Isbullah Djalil, bersama rekan-rekannya dari kalangan akademisi dan pemuda, resmi mengajukan Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan di Mahkamah Konstitusi. Permohonan ini telah teregistrasi sebagai Perkara Nomor 222/PUU-XXIII/2025.
Langkah ini merupakan upaya korektif terhadap paradigma kepemudaan nasional yang dinilai terlalu kaku dan tidak lagi mencerminkan dinamika perkembangan generasi muda Indonesia.
Permohonan tersebut menguji Pasal 1 angka 1 UU Kepemudaan, yang berbunyi:
“Pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.”
Menurut para pemohon, definisi usia tersebut tidak lagi rasional, tidak adaptif, dan berpotensi menciptakan ketidakadilan struktural bagi jutaan pemuda Indonesia.
Kritik Tajam: Batas Usia 30 Tahun Tidak Mencerminkan Realitas Sosial
Isbullah menilai bahwa negara tidak boleh memaknai pemuda hanya melalui pembatasan usia administratif, sebab kehidupan sosial hari ini menunjukkan:
• proses pendidikan lebih panjang,
• kompetisi kerja lebih ketat,
• dan fase produktif pemuda lebih panjang dibanding satu dekade lalu.
“Potensi generasi muda tidak boleh dipenjarakan oleh angka. Apa yang membentuk pemuda adalah kapasitas dan kontribusi, bukan sekadar usia 30 tahun sebagai garis batas,” tegasnya, (27/11/2025).
Ia juga menambahkan bahwa regulasi ini kontra-produktif terhadap agenda nasional yang ingin memaksimalkan potensi bonus demografi.
Kerugian Konstitusional yang Dialami Para Pemohon
Para pemohon menegaskan bahwa keberlakuan norma a quo telah menyebabkan kerugian konstitusional karena:
• banyak program pemerintah di bidang kepemimpinan, kewirausahaan, pendidikan, dan pengembangan kapasitas mensyaratkan usia maksimal 30 tahun,
• sehingga menutup akses bagi individu yang tetap produktif dan masih berada dalam fase perkembangan diri,
• serta menciptakan batasan yang tidak proporsional terhadap partisipasi warga negara.
Isbullah menambahkan bahwa definisi yang kaku ini berdampak pada kualitas regenerasi nasional.
Sebagai putra Maluku Utara, ia hadir bukan untuk mengangkat persoalan daerah tertentu, tetapi untuk membawa perspektif bahwa anak bangsa dari seluruh penjuru tanah air memiliki hak yang sama untuk maju dan berkontribusi bagi negara.
“Peran saya sebagai putra Maluku Utara adalah memastikan bahwa suara dari seluruh Indonesia—baik kota, desa, maupun kepulauan—ikut mewarnai pembaruan kebijakan nasional. Ini bukan persoalan lokal, ini persoalan Indonesia.” ujarnya
Batu Uji Konstitusi
Permohonan ini mendasarkan pengujian pada pasal-pasal fundamental dalam UUD 1945, yaitu:
1. Pasal 28C ayat (2)
Hak setiap orang untuk mengembangkan diri dan berpartisipasi dalam memperjuangkan kepentingan kolektif.
2. Pasal 28D ayat (1)
Jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
3. Pasal 28D ayat (3)
Kesempatan yang sama dalam pemerintahan—termasuk akses terhadap program pengembangan pemuda yang diselenggarakan oleh negara.
Para pemohon menilai batas usia pemuda 16–30 tahun tidak selaras dengan prinsip-prinsip tersebut.
Putra Maluku Utara untuk Indonesia
Isbullah menegaskan bahwa keterlibatannya dalam judicial review ini adalah bentuk kontribusi nyata sebagai anak bangsa.
“Saya membawa identitas Maluku Utara sebagai kekuatan moral, tetapi perjuangan ini untuk Indonesia. Kita ingin definisi pemuda yang adil, inklusif, dan visioner — agar negara tidak kehilangan potensi generasi mudanya sendiri.” Pungkasnya.
Dengan langkah ini, para pemohon berharap Mahkamah Konstitusi membuka ruang baru bagi pembentukan konsep kepemudaan yang lebih relevan, progresif, dan sesuai amanat konstitusi.






No comments:
Post a Comment