Indikasi Korupsi Di Tubuh Kampus Merah Maron : LDPI Sultra Desak Kejaksaan Periksa Rektornya

KABARMASA.COM, SULAWESI TENGGARA - Sejumlah proyek di Kampus Universitas Sembilanbelas November Kolaka (USN  Kolaka) terindikasi menjadi lahan mencari keuntungan oleh oknum pejabat USN dan Kroni dimasa kepemimpinan Bapak Dr.H.Nur Iksan, HL., M. Hum, Kondisi tersebut menjadi perhatian serius dari kelompok mahasiswa, aktivis dan lembaga anti korupsi yang ada di Kabupaten Kolaka.

Sejumlah proyek di lingkup USN Kolaka diduga banyak bermasalah. LDPI Sultra mendukung aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kejaksaan Negeri Kolaka untuk serius dalam mengusut tuntas dugaan korupsi anggaran proyek diduga bermasalah tersebut sampai ke meja hijau.

Jika sebelumnya, aktivis mahasiswa USN itu sendiri, telah angkat bicara melalui Aksi Unjuk Rasa Di Depan Kejaksaan Negeri Kolaka soal maraknya dugaan korupsi di Lingkup Kampus USN Kolaka dan mendesak APH untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi diduga melibatkan seorang yang disebut sebagai "Pucuk Pimpinan Tertinggi".

Kali ini, desakan yang sama juga disampaikan Lingkar Demokrasi Pemuda Indonesia Sulawesi Tenggara (LDPI Sultra) yang digawangi oleh Sugiarto.

Bukan hanya itu, Sugiarto juga dalam rilis yang diterima media ini, iya mendesak Kejaksaan Negeri (Kajari) Kolaka untuk mengantensi sejumlah kasus proyek yang diduga bermasalah di Kampus Merah Maron, Rabu 13/8/25.

Dikatakannya, sejumlah proyek yang diduga terindikasi terjadi tindak pidana korupsi dan merugikan negara, kata Sugiarto, diantaranya, Pembangunan lapangan bola diduga fiktif (tidak pernah difungsikan), Pembangunan Gerbang diduga mangkrak, juga perlu diperiksa pengadaan - pengadaan e-purcesing, e-katalog terindikasi harga mark up, terutama harga laptop dan kursi kuliah. 

Kemudian, kata Sugiarto dugaan penggunaan dana rutin yang dilakoni oknum Bendahara Inisial M, ditaksir kurang lebih 2 Milyar Rupiah, diduga Pucuk Pimpinan Tertinggi USN Kolaka melakukan pembiaran dan bahkan melakukan arahan - arahan dalam pembayarannya, Kejaksaan Negeri Kolaka harus memeriksa Pimpinan USN Kolaka. Tegasnya. 

Masih kata dia, proyek kontroversi lainnya seperti, pengelolaan rumah susun yang dimana pengelolaan rumah susun itu diduga dikelola secara pribadi sementara rumah susun tersebut adalah aset kampus yang diserahkan oleh balai, bukan Aset Rektor, sambungnya. 


Terakhir, kami (LDPI Sultra) berharap pihak Kejaksaan Negeri Kolaka segera melakukan pemeriksaan terhadap beberpa kasus dugaan korupsi yang ada di Kampus Merah Maron Kolaka dan tentunya segara melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak pihak terkait yang diduga terlibat dalam proyek tersebut terutama Rektor USN Kolaka. Tegas Aktivis Muda Kolaka. 

LDPI Sultra akan mengawal kasus ini sampai tuntas dan berharap APH secara transparan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi di Kampus Universitas Sembilanbelas November Kolaka," Tukasnya. 

Untuk diketahui, saat ini kasus korupsi di Kampus USN Kolaka, APH sedang menyelidiki beberapa kasus dugaan korupsi.

Sampai berita ini ditayangkan, redaksi berupaya melakukan konfirmasi terhadap pihak terkait berkaitan dengan tudingan LDPI Sultra. (Red)
Share:

POROS MUDA INDONESIA: Serukan Pengibaran Bendera Merah Putih Jelang HUT RI ke-80


KABARMASA.COM, JAKARTA - Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, Poros Muda Indonesia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di rumah, kantor, sekolah, dan seluruh ruang publik.13 Agustus 2025


Seruan ini disampaikan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para pahlawan bangsa yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam pernyataan resminya sekalian ajakan, Poros Muda Indonesia juga menegaskan sikap tegas terhadap para pengurus dan simpatisan untuk mengibarkan merah putih.


“Bendera Merah Putih adalah simbol perjuangan dan harga diri bangsa. Mengibarkannya di bulan kemerdekaan adalah bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berkorban membawa Indonesia ke alam kemerdekaan saat ini,” ujar Frans, juru bicara Poros Muda Indonesia.


Frans menjelaskan bahwa kewajiban untuk mengibarkan Bendera Merah Putih telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.


“Dalam Pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengibarkan Bendera Negara di rumah, kantor, dan tempat umum pada tanggal 17 Agustus. Aturan ini diperkuat oleh berbagai instruksi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran nasional dan semangat kebangsaan,” jelasnya.


Lebih lanjut, Poros Muda Indonesia menyampaikan penolakan keras terhadap pengibaran simbol-simbol budaya asing, terutama yang tidak mencerminkan identitas dan semangat nasionalisme Indonesia.


“persatuan bangsa yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata,” tegas Frans.


Dalam semangat peringatan HUT RI ke-80, Poros Muda Indonesia menyerukan agar momen bersejarah ini tidak hanya menjadi perayaan seremonial, tetapi juga sebagai momentum reflektif untuk memperkuat rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, serta persatuan lintas agama, suku, ras, dan budaya.


“Mari jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, tetapi hasil dari perjuangan panjang. Pengibaran bendera adalah tindakan sederhana, tapi sarat makna. Mari kita rayakan Hari Kemerdekaan dengan mempererat persatuan dan menjaga warisan para pendiri bangsa,” tutup Frans.

Share:

Aliansi Mahasiswa Dan Pemuda Maluku Desak DPRD Usut Maraknya Judi Togel Di Kabupaten Kepulauan Aru

KABARMASA.COM, KEPULAUAN ARU— Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Maluku menyuarakan keprihatinan mendalam atas maraknya praktik judi togel yang kini dibuka secara terang-terangan di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Fenomena ini bahkan ramai dibicarakan masyarakat melalui status di media sosial seperti Facebook dan WhatsApp, tanpa rasa takut akan tindakan hukum.

Menurut Aliansi, pada masa kepemimpinan mantan Kapolres Kepulauan Aru, penindakan terhadap praktik perjudian dinilai tegas dan presisi, sehingga tidak ada aktivitas togel yang dibuka secara bebas. Namun, kondisi tersebut berubah drastis, dan kini praktik tersebut justru berlangsung secara terbuka.

“Kami bertanya, siapa yang berada di balik maraknya togel ini? Jangan sampai masalah ini menjadi bola liar tanpa penyelesaian,” tegas, juru bicara Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Maluku. (11/08/2025).

Aliansi juga mendesak DPRD Kabupaten Kepulauan Aru untuk segera angkat bicara dan mengambil sikap tegas. Mereka menilai sikap diam para wakil rakyat akan dianggap sebagai pembiaran.

“Kami tidak ingin DPRD pura-pura buta. Judi togel telah merusak moral dan pola pikir generasi muda. Bagaimana kita bisa berbicara tentang kemajuan Aru jika lingkungan sosial justru mendorong kerusakan mental?” lanjut pernyataan tersebut.

Aliansi menekankan bahwa pemberantasan perjudian bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga langkah strategis dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Lingkungan yang sehat dan bebas dari praktik ilegal dinilai menjadi fondasi penting bagi kemajuan daerah.

“Aru harus maju dengan SDM yang kuat, bukan dengan generasi yang tumbuh di tengah lingkungan yang merusak,” pungkas, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Maluku.
Share:

Pengumuman Komisaris dan Direktur PT. Energi Kepri, Penuh Kejutan, Nama-nama terpilih menjadi Komisaris

KABARMASA.COM, KEPULAUAN RIAU - Kota Tanjungpinang - 08 Agustus 2025 - Pengumuman penetapan hasil akhir seleksi calon Komisaris, Direktur PT. Energi Kepri dan Komisaris PT. Pembangunan Kepri, tertuang dalam surat pengumuman no. 03/Pansel/2025, tanggal 07 Agustus 2025.

Tahapan seleki ini telah dimulai pada bulan Juni 2025 dimana seluruh proses seleksi berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan ujar ketua panutia seleksi, Adi Prihantara.

Nama nama yang lolos menjadi Komisaris PT. Enetgi Kepri adalah Dr. Aries Fahriandi. S.Sos. M.Si, sebagai unsur pemerintah dan Juanda. S.Mn. M.M, sebagai unsur Independen/ Masyarakat. Untuk Direktur utama Sri Yunihastuti. ST., M.M, Direktur Operasional Ir. Fauzun Atabiq, Direktur umum/ Keuangsn Afrizal Berry. 

Sedangkan untuk Komisaris PT. Pembangunan Kepri (Perseroda) Hendri Kurniadi. S.STP., M.Si. sebagai perwakilan/unsur pemerintah.

Menarik untuk di perhatikan adalah komisaris PT. Energi Kepri (Perseroda) ada Aries Fahriandi yang mana beliau saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pembangunan Daerah (Bapemda) Prov. Kepri. Sedangkan Juanda sebagai unsur independen/ Masyarakat, beliau adalah tokoh yang banyak berpengalaman di organisasi nasional maupun ormas daerah, sebut saja jabatan yang pernah di pimpin; Ketua Korwil Fokal IMM Kepri, Ketua Lazis Muhammadiyah Kepri, ketua DPD MDI Kepri, Pengurus FKUB Kepri dan Pengurus PP Fokal IMM, diharapkan dengan perpaduan komisaris ini mampu menjadi semangat dan sepirit perusahaan PT. Energi Kepri, pungkas juanda.(Tim/Red)

Share:

Kuasa Hukum Acai Angkat Bicara: Korban Dituding Pelaku, Ini Fitnah, Buktinya sudah Jelas

KABARMASA.COM, KEPULAUAN RIAU - Kota Tanjungpinang - Kasus dugaan pengeroyokan terhadap Hartono alias Acai, warga Tanjungpinang, kini memasuki babak baru setelah penyidik Polresta Tanjungpinang menetapkan dua orang sebagai tersangka. Peristiwa yang terjadi sebelum Hari Raya Imlek di KTV Majesty pada 28 Januari 2025 dini hari itu menyisakan trauma mendalam bagi Acai yang menjadi korban kekerasan fisik. 

Berdasarkan keterangan resmi dari kantor hukum Rustandi & Associates yang mendampingi Acai, peristiwa berawal saat korban dan enam orang temannya baru selesai acara di KTV Majesty. Saat hendak turun menggunakan lift, terjadi insiden kecil yang memicu emosi seorang pria berinisial AH alias Amiang yang diduga dalam pengaruh alkohol.

Dalam kronologi yang dipaparkan kuasa hukum Acai, Amiang tiba-tiba melakukan penyerangan fisik tanpa alasan yang jelas. Padahal, Acai sudah berusaha menghindar, menenangkan, bahkan membantu mengembalikan barang-barang milik Amiang yang terjatuh. 

"Namun, justru balasan yang diterima adalah cekikan, pukulan, dan tindakan kekerasan lainnya yang membuat pakaian korban robek serta menyebabkan luka-luka di beberapa bagian tubuhnya," ungkap Dr Edy Rustandi, S.H, M.H selepas Reka ulang adegan  yang di lakukan oleh Polres Tanjung Pinang di Bintan Mall  di bawah Ktv Majesty  pada Rabu (06/07) .

Dalam reka ulang adegan  ke dua pelaku yaitu amiang  dan luku  dengan tangan terborgol turut di hadirkan  oleh  penyidik  Polres Tanjung pinang  di lokasi  kejadian  

Tidak hanya itu, kekerasan berlanjut hingga ke area luar lift. Seorang rekan pelaku berinisial L alias Luku juga ikut memukul kepala korban, menambah deretan tindak penganiayaan yang dialami Acai. Ironisnya, saat korban sudah dalam kondisi terluka dan hendak meninggalkan lokasi, kedua pelaku masih mengikuti hingga ke rumahnya pada pukul 03.00 WIB.

Setelah menjalani visum di RSUD Raja Ahmad Thabib dan melapor ke Polresta Tanjungpinang, penyidik bergerak cepat. Dengan dukungan hasil visum, keterangan saksi-saksi, dan bukti rekaman CCTV yang telah diuji keasliannya, polisi menetapkan Amiang dan Luku sebagai tersangka pengeroyokan.

"Kami mengapresiasi kinerja penyidik Polresta Tanjungpinang yang telah bekerja secara profesional, transparan dan sesuai dengan prosedur hukum dalam menetapkan tersangka berdasarkan bukti yang sah," ujar kuasa hukum Acai.

Pihak kuasa hukum juga menyayangkan berbagai narasi di media sosial yang menyudutkan Acai, bahkan memutarbalikkan fakta seolah-olah dia adalah pelaku. Mereka menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan penyebaran fitnah 

"Acai adalah korban. Fakta hukum menunjukkan bahwa dia yang diserang, dianiaya, dan dikejar-kejar meski telah mencoba meredakan konflik. Bukti CCTV dan visum berbicara jelas. Tuduhan balik yang dilayangkan terhadap klien kami adalah tidak berdasar," tegas Dwiki Kristantio, S.H. di Tempat yang sama saat konfirmasi berita media ini

Kasus ini pun menjadi sorotan publik karena menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang adil dan bebas dari penggiringan opini. Tim hukum berharap proses hukum terus berjalan tanpa intervensi dan pelaku dihukum seadil-adilnya.(Tim/Red)

Share:

PW HIMA PERSIS KEPRI TEGASKAN: JANGAN FOMO BENDERA ONE PIECE

KABARMASA.COM, KEPULAUAN RIAU -Tanjungpinang - 6 Agustus 2025 - Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam Kepulauan Riau (PW HIMA PERSIS KEPRI) menyampaikan pernyataan tegas menolak segala bentuk penggantian, penodaan, atau penyalahgunaan bendera Merah Putih, termasuk tren mengibarkan bendera bajak laut One Piece sebagai pengganti simbol negara.

Dalam beberapa waktu terakhir, viral tren di media sosial yang menunjukkan sejumlah kalangan, terutama generasi muda, mengibarkan bendera bertema anime One Piece dengan motif tengkorak sebagai bentuk ekspresi hiburan. Menyikapi fenomena ini, PW HIMA PERSIS KEPRI mengingatkan bahwa bendera Merah Putih bukan sekadar kain dua warna, tetapi lambang kehormatan, perjuangan, dan identitas bangsa Indonesia.

"Kami tidak menolak hiburan, kami tidak melarang kreativitas anak muda, tetapi mengganti bendera hiburan dengan simbol negara adalah bentuk kekeliruan yang bisa merusak nilai nasionalisme," tegas Sekretaris Jendral PW HIMA PERSIS KEPRI, Angga Hardika.

PW HIMA PERSIS KEPRI mendorong seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih bijak dalam mengekspresikan minat terhadap budaya populer tanpa mengorbankan simbol-simbol negara yang memiliki nilai sakral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih lanjut, PW HIMA PERSIS KEPRI juga mengajak pihak pemerintah dan institusi pendidikan untuk memperkuat pendidikan kebangsaan dan wawasan kebudayaan agar tidak terjadi lagi penyimpangan pemahaman terhadap simbol-simbol negara.

"Merah Putih adalah darah dan tulang bangsa ini. Jangan main-main dengan simbol negara. Ini soal jati diri kita sebagai bangsa merdeka. Jadi, silahkan kritik oknum yang salah dan jangan hina Bendera Indonesia dengan lambang seperti itu." tambahnya.

Sebagai organisasi kemahasiswaan berbasis nilai-nilai Islam dan keindonesiaan, HIMA PERSIS KEPRI akan terus berada di garis depan dalam menjaga integritas dan martabat bangsa di tengah arus globalisasi dan tren budaya asing yang tak selalu sesuai dengan nilai-nilai lokal.(Red/ZS)

Share:

Para Presiden Mahasiswa Aliansi BEM NUSANTARA Jakarta: Bendera One Piece Adalah Ekspresi Bukan Ancaman Bangsa

KABARMASA.COM, JAKARTA — Menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, pengibaran bendera Jolly Roger milik kru bajak laut Topi Jerami dari serial anime One Piece menjadi fenomena publik yang menyita perhatian. Bagi sebagian besar pimpinan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara Wilayah DKI Jakarta, bendera tersebut bukan sekadar kain bergambar tengkorak, melainkan pesan tegas bahwa generasi muda menolak diam atas kondisi bangsa yang kian memprihatinkan, (04/08/2025).

Presiden Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI, Abdul Wahid, menilai tren bendera One Piece adalah bentuk kekecewaan mendalam terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak rakyat. “Peraturan dibuat secara ugal-ugalan, dan dampaknya jelas merugikan masyarakat,” tegasnya.

Presiden Mahasiswa Universitas Jayabaya, Kevin, menyebut bendera tersebut sebagai simbol perlawanan populer. “Ia merepresentasikan semangat kebebasan, keberanian melawan tirani, dan solidaritas. Nilai yang selalu hidup di tengah perjuangan rakyat,” ujarnya.

Presiden Mahasiswa Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Iksan, menambahkan bahwa generasi muda memilih simbol yang hidup dan relevan. “Kami muak dengan simbol-simbol formal yang kehilangan makna. Perjuangan tak harus kaku, dan bendera ini berbicara langsung pada generasi kami,” jelasnya.

Presiden Mahasiswa Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia, Andreas, menekankan bahwa kritik publik melalui bendera One Piece dijamin oleh konstitusi. “Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin kebebasan berkumpul dan berpendapat, termasuk melalui simbol. Jika justru diburu, itu pertanda konstitusi diabaikan,” katanya.

BEM Universitas Krisnadwipayana melalui, Rein Lailossa, mengingatkan bahwa nasionalisme tak selalu harus hadir dalam bentuk simbol resmi negara. “Nasionalisme juga hidup dalam mural jalanan, kaos komunitas, dan bendera One Piece yang merepresentasikan narasi kebebasan generasi kreatif,” ungkapnya.

Presiden Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Royn, mengibaratkan pemerintah seperti kru kapal yang sibuk berebut kemudi, sementara rakyat dibiarkan terombang-ambing di tengah badai krisis pendidikan, ekonomi, dan ketimpangan pembangunan.

Hernanda, pengurus BEM Nusantara dari Universitas Bhayangkara, menilai pemerintah terlalu cepat bereaksi terhadap simbol populer ini, tetapi lambat merespons persoalan ekonomi, sosial, dan politik yang menghimpit rakyat.

Menteri Luar Kampus BEM Universitas Respati Indonesia, Simson, melihat bendera bajak laut sebagai simbol perlawanan damai menuju Indonesia yang lebih adil. “Ironis, di bulan kemerdekaan, suara rakyat justru diperlakukan sebelah mata,” ucapnya.
Presiden Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin, Ilham, menyebut pengibaran bendera ini sebagai cermin keresahan sosial yang nyata. Nilai perlawanan terhadap ketidakadilan dalam kisah One Piece dinilainya relevan dengan situasi bangsa.

Rahmat, pengurus BEM Nusantara dari Universitas Bina Insani, menyebut aksi ini sebagai protes demokratis yang sah. “Ini bukan sekadar fanatisme terhadap suatu hal populer, tapi bentuk perlawanan simbolik terhadap kekuasaan yang makin jauh dari aspirasi rakyat,” tegasnya.

Muhammad Kafi, Sekretaris Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta dari Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro, menilai fenomena ini sebagai tamparan keras. “Ironis, bajak laut fiksi justru menjadi simbol harapan yang lebih manusiawi dibanding elit nyata,” ujarnya.

Menutup pandangan, Koordinator Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta, Piere A.L. Lailossa, memastikan pihaknya akan mengoordinasikan semua pandangan pimpinan mahasiswa yang terafiliasi dalam BEM Nusantara Wilayah DKI Jakata untuk merumuskan langkah strategis selanjutnya. Ia juga mengingatkan agar para pengibar bendera One Piece tidak diintimidasi. “Hari kemerdekaan seharusnya jadi momen refleksi. Bendera ini hanyalah salah satu konsep kreatif yang tidak perlu dibesar-besarkan dengan dalih memecah belah bangsa. Cinta tanah air punya banyak wajah, dan salah satunya adalah mengingatkan penguasa agar kembali memimpin dengan nurani,” pungkasnya.
Share:

POROS MUDA INDONESIA: Serukan Pengibaran Bendera Merah Putih dan Tolak Simbol Non-Nasional Jelang HUT RI ke-80



KABARMASA.COM, JAKARTA - Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, Poros Muda Indonesia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di rumah, kantor, sekolah, dan seluruh ruang publik.Jakarta, 4 Agustus 2025

Seruan ini disampaikan sebagai bentuk penghormatan terhadap para pahlawan bangsa yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam pernyataan resminya, Poros Muda Indonesia juga menegaskan sikap tegas terhadap maraknya fenomena pengibaran bendera non-nasional, khususnya bendera bergambar karakter animasi Jepang seperti “Jolly Roger” dari serial One Piece.

“Bendera Merah Putih adalah simbol perjuangan dan harga diri bangsa. Mengibarkannya di bulan kemerdekaan adalah bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berkorban membawa Indonesia ke alam kemerdekaan saat ini,” ujar Frans, juru bicara Poros Muda Indonesia.

Frans menjelaskan bahwa kewajiban untuk mengibarkan Bendera Merah Putih telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.


“Dalam Pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengibarkan Bendera Negara di rumah, kantor, dan tempat umum pada tanggal 17 Agustus. Aturan ini diperkuat oleh berbagai instruksi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran nasional dan semangat kebangsaan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Poros Muda Indonesia menyampaikan penolakan keras terhadap pengibaran simbol-simbol budaya asing, terutama yang tidak mencerminkan identitas dan semangat nasionalisme Indonesia.

“Kami menolak keras pengibaran bendera One Piece, Jolly Roger, atau simbol lain yang tidak mencerminkan identitas nasional. Aksi semacam itu berpotensi mencederai makna kemerdekaan dan memecah belah persatuan bangsa yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata,” tegas Frans.

Dalam semangat peringatan HUT RI ke-80, Poros Muda Indonesia menyerukan agar momen bersejarah ini tidak hanya menjadi perayaan seremonial, tetapi juga sebagai momentum reflektif untuk memperkuat rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, serta persatuan lintas agama, suku, ras, dan budaya.

“Mari jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, tetapi hasil dari perjuangan panjang. Pengibaran bendera adalah tindakan sederhana, tapi sarat makna. Mari kita rayakan Hari Kemerdekaan dengan mempererat persatuan dan menjaga warisan para pendiri bangsa,” tutup Frans.
Share:

Ahmad samsul munir terpilih menjadi presidium nasional halaqoh bem pesantren di mukhtamar ke-V

KABARMASA.COM, JAKARTA - Sidang Muktamar Halaqoh V HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA pada hari yang menjadikan agenda 2 tahun sekali untuk menentukan arah gerak mahasantri Indonesia resmi pada tanggal 31 Juli – 03 Agustus 2025 di Universitas Darunnajah. Kegiatan ini dihadiri seluruh bem dari perguruan tinggi se-indonesia.Jakarta selatan, 02 agustus 2025 

Selama perjalanan Sidang berlangsung dengan diketuai oleh Moh. Aam Badrul Hikam secara demokrasi, dengan forum pleno yang kondusif. Selain daripada forum yang membahas soal pergerakan utama mahasantri, tetapi juga membahas kebutuhan pada beberapa wilayah seperti Pendidikan, lingkungan, HAM, serta politik dan demokrasi. Namun tidak berlarut dalam kebutuhan wilayah, kegiatan utamanya adalah pemilihan Presidium Nasional HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA pada periode 2025-2027.

Dalam proses pemilihan yang sangat transparan dan melibatkan seluruh peserta sidang, terpilihlah Ahmad Samsul Munir dari Universitas Nurul Huda OKU Timur sebagai Presidium Nasional HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA yang baru. Beliau berhasil meraih mayoritas suara setelah melalui beberapa tahapan peraturan untuk mendapatkan rekomendasi dari beberapa wilayah.

“sebagai presidium nasional yang terpilih secara sah, saya memiliki harapan yang sangat istimewa agar masa kepemimpinan bukan hanya soal simbol, tetapi menjadi wadah dan pintu awal yang menjadikan kekuatan moral dan intelektual yang mengawal demokrasi, keadilan sosial serta berpihak kepada mahasantri  dan masyarakat kecil dengan tidak meninggalkan aksi nyata yang lebih adil, beradab, dan berpihak pada kebenaran.” Ujar Ahmad Samsul Munir.

Dalam proses pemilihan ini di hadiri juga oleh Presidium Nasional Halaqoh Bem Pesantren Gus Muhammad Naqib Abdulah, beliau menyampaikan harapan besar untuk HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA dan Presidium yang terpilih.

“Saya percayakan kepada tangan pemimpin yang baru, pada gerakan mahasantri akan terus tumbuh menjadi lebih kuat, solid, dan berdampak nyata bagi mahasantri di HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA. Harapan saya dapat menjaga integritas gerakan, dapat merawat solidaritas dengan memperkuat peran mahasantri, serta melanjutkan agenda strategis dengan membawa inovasi trobosan yang relevan.” Ujar Muhammad Naqib Abdullah.

Kami sebagai mahasantri yakin bahwa estafet pada kepemimpinan ini bukan sekedar serah terima jabatan, melainkan bentuk dari keberlanjutan dari perjuangan-perjuangan mahasantri dari generasi kegenerasi. Serta mampu merangkul semua mahasantri dari berbagai wilayah bahkan sampai keplosok sekalipun. 

Sidang ditutup dengan seruan solidaritas mahasantri untuk tetap konsisten dalam mengawal isu-isu nasional dan memperkuat peran HALAQOH BEM PESANTREN SE-INDONESIA sebagai ruang dan mitra pemerintah serta representasi suara mahasantri se-indonesia.

Share:

KORSU Hukum & HAM BEM NUSANTARA: Keliru Jika Melarang Pengibaran Bendera One Piece Sebagai Upaya Kritik Kebijakan Pemerintah Dan Kebebasan Berekspresi

KABARMASA.COM, JAKARTA- Fenomena pengibaran bendera One Piece pada momentum peringatan HUT RI ke-80 telah menyita perhatian publik baik dari kalangan akademisi, politisi, juga pemerintah tidak sedikit pihak yang pro maupun kontra.

Hasan Renyaan selaku koordinator isu Hukum dan HAM menanggapi hal tersebut sebagai kebebasan berekspresi (Freedom Of Speech).

"One piece sebagai simbol kiritik terhadap rezim bukanlah sebuah upaya pemberontakan ataupun saparatisme bagi negara melainkan sinyal untuk menyadarkan pemerintahan agar dapat melangsungkan segala kebijakannya berdasarkan prinsip dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Kekeliruan besar menurut saya jika one piece ditanggapi secara represif oleh pemerintah toh ini hanya kreatifitas ekspresif melalui film bergenre anime yang jelas fiktif. Ingat bahwa NKRI berdiri dengan mengedepankan Pancasila dan UUD tahun 1945 sebagai falsafah bangsa serta fundamental norm. Sehingga Kebebasan berpendapat berdasarkan lisan, tulisan dan sebagainya sudah diamanatkan dalam konstitusi Pasal 28 Ayat 1, Pasal 28 E Ayat 3 jo UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum" ujarnya, (03/07/2025).

Lebih lanjut, ia mengatakan "Jika nanti ada bendera One Piece dan merah putih berkibar itu tandanya mereka peduli atas nasib bangsa ini masih banyak pengganguran menurut BPS angkanya mencapai 7,28 Juta orang di Tahun 2025, praktik KKN, kemiskinan dan ketimpangan sosial lainnya. Maka momentum Peringatan hari Kemerdekaan Indonesia ke-80 tahun nanti harus menjadi evaluasi bagi pemerintahan bukan sebatas seremonial tahunan". Pungkas Hasan Renyaan selaku Koordinator Isu Hukum & HAM BEM Nusantara.
Share:

Menggugat Janji KPK Dan Membongkar Skandal CSR BI-OJK

KABARMASA.COM, JAKARTA- Janji yang Dipertanyakan, Integritas yang Dipertaruhkan
Tak ada yang lebih menyakitkan dari janji penegak hukum yang tak ditepati. Komisi 
Pemberantasan Korupsi (KPK), yang selama dua dekade lebih menjadi simbol harapan publik akan pemberantasan korupsi, kini kembali diuji. Ujian itu datang dari kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)—kasus yang tak hanya melibatkan institusi keuangan negara, tapi juga menyeret sejumlah politisi 
aktif dari DPR RI, khususnya dari Partai NasDem.

Front Pemuda Anti Korupsi mencatat bahwa publik telah memberikan ruang dan kepercayaan penuh kepada KPK untuk menyelesaikan perkara ini dengan terang dan adil. Namun, ketika dua politisi aktif—Fauzi Amro dan Charles Meikyansyah—yang keduanya berasal dari Komisi XI DPR 
RI dan Partai NasDem, berkali-kali mangkir dari panggilan KPK tanpa sanksi hukum yang tegas, maka pertanyaan besar muncul : Apakah KPK masih memiliki keberanian untuk berlaku setara di hadapan hukum?
Lebih dari enam bulan sejak penyelidikan dimulai, KPK terus menyatakan akan mengumumkan tersangka “sebelum Agustus 2025”. Namun waktu terus bergulir, dan publik mulai bosan dengan narasi “akan”. Sementara uang negara telah diduga dikuras, kepercayaan masyarakat terkikis, dan para terduga leluasa menjalankan aktivitas politik seolah tak ada yang salah. Ujar, Rizki Kabalmay, (31/07/2025).

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa ini bukan semata-mata soal dua nama, tapi soal prinsip. Soal nyawa dari cita-cita reformasi. Soal pertarungan antara kekuasaan dan kejujuran.Fakta-Fakta yang Terungkap di Publik yakni sebagai berikut:
1. KPK telah menggeledah beberapa kantor dan lembaga terkait, termasuk OJK dan BI.
2. Aliran dana CSR dari dua lembaga tersebut diduga mengalir ke yayasan atau lembaga 
fiktif yang terkait dengan Fauzi Amro dan Charles Meikyansyah.
3. Kedua politisi ini telah beberapa kali tidak hadir dalam panggilan resmi dari KPK.
4. Sampai saat ini belum ada tersangka resmi yang diumumkan.

Dengan demikian Front Pemuda Anti Korupsi Tiga memberikan tuntutan tegas:

1. Kami menuntut KPK untuk segera melakukan tindakan hukum berupa penjemputan 
paksa terhadap Fauzi Amro dan Charles Meikyansyah, karena telah berulang kali 
menghindari panggilan hukum terkait dugaan keterlibatan dalam kasus CSR BI-OJK. 
Tidak ada warga negara yang boleh merasa kebal dari hukum.

2. Kami mendesak KPK untuk membuka secara transparan hasil audit dan penyelidikan aliran dana CSR yang disinyalir disalurkan ke yayasan yang berafiliasi dengan kedua nama tersebut. Transparansi adalah harga mati dalam membangun kembali 
kepercayaan rakyat.

3. Kami menyerukan kepada Ketua Umum Partai NasDem untuk segera mengambil 
tindakan disipliner dengan memecat Fauzi Amro dan Charles Meikyansyah dari 
keanggotaan partai karena secara moral dan politik telah merusak citra lembaga 
legislatif serta mencederai etika bernegara.

"KPK dan Harapan yang Tersisa
Kami tahu betul tekanan politik bisa menekan lembaga hukum. Tapi kami juga tahu, publik tidak akan diam. KPK bukan milik elite, tapi milik rakyat. Setiap keterlambatan, setiap kelambanan, dan setiap ketidaktegasan akan dibaca publik sebagai bentuk kompromi.
Jika benar ada keberanian, buktikan sebelum Agustus. Jika tidak, maka KPK sedang bermain di ujung kepercayaan masyarakat. Ini bukan peringatan, ini perlawanan", pungkasnya.


Share:

Menikah Sebelum Sah Jadi Polisi : Bripda Didi Lakukan Pembohongan Kepada Institusi Polri

KABARMASA.COM, TUAL- Kasus penelantaran anak dan istri yang menyeret salahsatu personel Kepolisian Resort Kabupaten Maluku Tenggara; Bripda Didi kembali mendapat sorotan, pasalnya kasus yang sudah hampir satu tahun dilaporkan masih berjalan di tempat tanpa ada atensi yang baik dari Didi Hasyadi maupun institusi Polri untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. (27/07/2025).

Informasi terbaru yang menggegerkan publik ialah, Bripda Didi kabarnya telah melakukan proses pernikahan secara agama terlebih dahulu sebelum ia aktif menjadi seorang abdi negara, menurut keluarga korban, situasi kehamilan yang di alami oleh istri Bripda Didi sengaja diminta oleh pihak keluarga Bripada Didi agar disembunyikan dengan janji setelah selesai melakukan proses pendidikan, barulah mereka akan melanjutkan pernikahan secara dinas. 

Padahal, di dalam aturan rekrutmen anggota baru; Polri tidak menerima orang yang sudah menikah, baik secara adat maupun agama serta bersedia agar tidak menikah selama masa pendidikan, akan tetapi karena ada tekanan publik dari pihak korban, yang di anggap dapat mengancam masa depan Didi yang pada waktu ini sedang melangsungkan proses pendidikan, keluarga Bripda Didi akhirnya datang dengan iming-iming akan menikahi korban ketika ia selesai di lantik dan di tetapkan sebagai anggota Polri. 

Namun, realitas yang terjadi justeru sebaliknya; ketika sudah sah menjadi Polisi, Bripda Didi justeru menelantarkan anak dan istrinya begitu saja, ironisnya pernikahan secara agama yang sudah berlangsung sejak 13 Juli 2022, kabarnya Didi bahkan tidak pernah tinggal bersama dengan anak dan istrinya, Bripda Didi bahkan sering berjalan dengan perempuan lain tanpa memikirkan keadaan anak dan istrinya yang dia telantarkan begituan saja tanpa ada rasa tanggungjawab sebagai seorang bapak dan suami, kabarnya, Bripada Didi juga sering mengaku kepada orang-orang kalau dia adalah seorang bujangan yang belum menikah.
Share:

Putra Daerah Soroti Gagalnya Kepemimpinan Wali Kota Pematang Siantar, Sebut Kota Semakin Rusak

KABARMASA.COM, JAKARTA - Putra Daerah Soroti Gagalnya Kepemimpinan Wali Kota Pematang Siantar, Sebut Kota Semakin Rusak

Kekecewaan terhadap kondisi pemerintahan Kota Pematang Siantar kembali disuarakan. Kali ini datang dari Kevin Karunia Simamora, seorang aktivis muda yang juga merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Jayabaya dan Koordinator Aliansi Mahasiswa Bersatu Jakarta Raya. Dalam pernyataan sikap pribadinya, Kevin yang juga merupakan putra asli Pematang Siantar—menyoroti berbagai masalah krusial yang tak kunjung diselesaikan oleh Wali Kota saat ini.

Dengan tajuk “Stop Pengabaian: Wali Kota Sibuk Berklaim, Tapi Kota Ini Justru Makin Rusak”, Kevin menyebutkan bahwa kondisi Pematang Siantar justru memburuk di tengah berbagai proyek besar dan janji-janji yang tak ditepati.

“Saya muak melihat kota saya dipimpin oleh figur yang lebih sibuk membela jabatan daripada membela rakyat,” Ujar Kevin. (27/07/2025)

Pasar Horas dan Terminal Tanjung Pinggir Disorot

Salah satu sorotan utama adalah proyek revitalisasi Pasar Horas yang dinilai tidak transparan. Kevin menyebut banyak pertanyaan publik belum dijawab, mulai dari mekanisme relokasi pedagang, dampak ekonomi, hingga kejelasan anggaran dari pinjaman Bank Sumut.

Tak hanya itu, Terminal Tipe A Tanjung Pinggir yang sempat diresmikan Presiden pada awal 2023, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda pengoperasian yang maksimal. Padahal, pemerintah kota sempat berjanji terminal itu akan aktif usai Lebaran 2025.

“Kondisi ini mencerminkan buruknya koordinasi antara Pemkot dan BPTD serta lemahnya pengawasan atas janji publik,” Tamba Kevin.

Masalah Sosial dan Etika Birokrasi
 Kevin juga mengkritik lambannya penanganan masalah sosial di kota kelahirannya, terutama terkait keberadaan gelandangan dan pengemis yang bahkan melibatkan anak-anak. Ia menyebut tindakan penertiban selama ini hanya bersifat sementara, tanpa solusi jangka panjang.

Lebih lanjut, ia menyinggung soal dua pejabat Dinas Perhubungan yang ditetapkan sebagai tersangka pemerasan terhadap sebuah rumah sakit namun tetap dibiarkan aktif bertugas. Dalam pandangannya, hal ini adalah bentuk nyata pembiaran terhadap korupsi di tubuh birokrasi.

Salah satu insiden yang menuai kritik keras darinya adalah ketika seorang pejabat senior tertangkap kamera tertidur dalam rapat bersama pedagang. Saat dikritik oleh media, pejabat tersebut justru merespons dengan sindiran, bukan permintaan maaf.

“Ini bukan hanya soal etika, tapi soal moral pelayanan publik yang telah hilang,” ujar Kevin.

Desakan dan Seruan untuk Perubahan
Dalam pernyataannya, Kevin mendesak agar seluruh proyek publik dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Ia juga menuntut nonaktifnya pejabat yang berstatus tersangka hukum serta menyerukan pendekatan yang lebih manusiawi terhadap masalah sosial.

Kevin mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya pemuda dan aktivis di Siantar, untuk bersatu menyuarakan perubahan. Ia menegaskan bahwa kota ini tidak boleh terus-menerus dikorbankan karena lemahnya kepemimpinan dan diamnya birokrasi.

“Pematang Siantar butuh pemimpin dengan integritas, bukan sekadar penguasa diam,” Pungkasnya 


Share:

Telantarkan Anak Dan Istri Bripda Didi Hasyadi Di Kecam Keluarga Korban

KABARMASA.COM, TUAL- Kasus penelantaran anak dan istir yang di lakukan oleh anggota Polres Kabupaten Maluku Tenggara, atas nama Bripada Didi Hasyadi yang sudah berjalan hampir setahun tidak pernah mendapat kejelasan dari pihak Polres Kabupaten Maluku Tenggara.

Menanggapi kasus tersebut, Sahrul Renhoat selaku kakak dari Korban merasa tidak ada keseriusan dari pihak Polres Malra untuk menyelesaikan permasalahan tersebut; menurut Sahrul mereka sudah berulang kali mendatangi Polres Malra dan juga Polda Maluku untuk melakukan kordinasi terkait perkembangan masalah tersebut, akan tetapi dari pihak kepolisian seakan tidak kooperatif untuk menyelesaikan permasalahan yang di lakukan oleh salah satu personel mereka "Bripda Didi Hasyadi". ujarnya, (25/07/2025).

Tindakan yang dilakukan oleh Bripda Didi Hasyadi seyogianya telah melanggar Undang-undang No. 2 TAHUN 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga harus diberikan sangsi sebagaimana telah termaktub dalam pasal 14 ayat 1 huruf (b), PP Nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota kepolisian juncto pasal 8 huruf (c), juncto pasal 13 huruf (m), Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2002, tentang profesi dan komisi kode etik Kepolisian Negara Republik Indoensia. 
Menurut Sahrul; kasus yang sudah terjadi selama berbulan-bulan hingga mau memasuki satu tahun ini menjadi penilaian buruk dari keluarga terhadap institusi Polres Malra yang di duga kuat sengaja mengulur penanganan masalah ini,  Polres Malra harusnya punya rasa kemanusian dan keadilan, Polres Malra harus  menjunjung tinggi "TRI BRATA" dan "CATUR PRASETYA", sebagai pedoman, bukan membiarkan pelaku kejahatan kemanusiaan seperti itu terus ada dan merusak citra institusi kepolisian di mata publik, tegas Sahrul. 

Lanjut Sahrul; masalah yang telah lama terjadi, baru mendapat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan (PPHP), pada tanggal 6 Mei 2025, ini jelas sangat meresahkan pihak keluarga, lantaran masalah yang dilakukan oleh anggota Kepolisian sendiri tidak dapat diselesaikan dengan cepat.

Kasus yang dilakukan oleh anggota kepolisian sendiri justru sangat lambat di tangani sehingga membuat pihak keluarga khawatir bahwa pelaku justeru akan di lindungi oleh Institusi, tegas Sahrul sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja Polres Malra, maka dari pihak keluarga akan melakukan kordinasi dan konsolidasi ke berbagai organisasi cipayung dan LSM keperempuanan untuk melakukan demonstri di Polres Malra dan Polda Maluku dalam waktu dekat. pungkasnya.
Share:

Aktivis Maluku Bela Jais Ely Terkait Tuduhan Di Dinas Pariwisata

KABARMASA.COM, AMBON– Ikhsan Hadi Lumaela, aktivis pemuda Maluku, angkat bicara terkait isu miring yang belakangan santer beredar mengenai Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku, Dr. Achmad Jais Ely. Beberapa pihak sempat melontarkan kritik keras terhadap kinerja Jais Ely.
Menanggapi hal tersebut, Ikhsan tegas menolak semua tuduhan tanpa bukti. Ia menganggap isu ini sengaja digulirkan sebagai alat serangan politik. “Tuduhan ini sama sekali tidak berdasar dan tampak sebagai bagian dari agenda politik untuk menjatuhkan reputasi Pak Jais Ely sebagai tokoh muda Maluku,” ujarnya. (24/07/2025).

Ikhsan mengingatkan bahwa, sebagaimana dikemukakan Presiden RI Joko Widodo, “fitnah dan tuduhan tak berdasar justru merusak demokrasi” Oleh karenanya, setiap tuduhan terhadap pejabat publik harus ditelusuri faktanya. “Pak Jais selama ini bekerja sesuai prosedur, fokus pada tugasnya membantu memajukan pariwisata Maluku. Tuduhan miring yang beredar itu adalah fitnah politik yang tak ada dasarnya,” tegas Ikhsan. Ia meminta masyarakat dan media mengutamakan penyampaian informasi yang akurat dan proporsional, bukan desas-desus. Ikhsan juga menegaskan bahwa Jais Ely menjalankan jabatannya secara resmi sesuai aturan birokrasi. Jais Ely tercatat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku
patrolinews.id dan merupakan pegawai negeri berpangkat Pembina Utama Muda (IV/c). “Beliau bukan bagian dari struktur informal apapun di Dinas Pariwisata selain tugas resminya,” kata Ikhsan. 

Dukungan terhadap Jais Ely juga datang dari berbagai kalangan. Direktur Rumah Inspirasi Maluku Fahrul Kaisuku menyebut penunjukan Jais Ely (sebagai Plt Kadis Perindustrian dan Perdagangan) oleh Gubernur Maluku sebagai “langkah yang patut diapresiasi” karena latar belakang akademiknya yang kuat, menjadikannya “angin segar bagi reformasi birokrasi”gardamaluku.com. Banyak pihak mengakui Jais Ely sebagai sosok yang “berpikir sistematis, berbasis data”
 dan berorientasi solusi nyata. 

Menurut Ikhsan, rekam jejak positif inilah yang seharusnya menjadi fokus penilaian, bukan tuduhan tanpa fakta. Sikap Ikhsan ini mendapat perhatian sejumlah tokoh pemuda dan masyarakat sipil. Beberapa di antaranya berharap isu ini segera terklarifikasi agar tidak mengganggu program nyata pengembangan pariwisata.

Sebagai penutup, Ikhsan mengingatkan semua pihak agar tidak terjebak dalam permainan narasi yang Menjatuhkan jais Ely. 

“Kita di Maluku ini butuh energi positif untuk membenahi daerah. Jangan sampai langkah maju yang sudah diletakkan Hendrik–Vanath digagalkan oleh kepentingan segelintir orang Yang Punya Kepentingan semata. 

Mari kita jaga Generasi Dan Tidak Terprovokasi dengan hal Tidak mendasar atau hanya tuduhan belaka, Perlu akal sehat dan itikad baik Untuk generasi kedepan,” pungkas Ikhsan.
Share:

Fenomena Aparat Mesum Sembunyi Dibalik Kata "Oknum"

KABARMASA.COM, JAKARTA- Istilah “oknum” belakangan ini menjadi sangat akrab di telinga publik, terutama ketika media melaporkan kasus kejahatan yang melibatkan aparat negara. Fenomena ini semakin marak, terutama dalam kasus kekerasan seksual yang pelakunya berasal dari institusi-institusi negara. Dalam praktiknya, istilah "oknum" digunakan untuk merujuk pada individu tertentu yang melakukan pelanggaran hukum atau etika, seakan-akan tindakan tersebut tidak mencerminkan institusi yang menaunginya. Padahal, strategi semacam ini merupakan bentuk dari politik bahasa yang justru memperkeruh upaya penegakan hukum yang adil.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “aparat” memiliki makna sebagai alat atau perkakas, namun secara kontekstual lebih merujuk pada badan pemerintahan, instansi pemerintah, atau alat negara, seperti aparatur sipil, militer, dan penegak hukum. Sedangkan kata “mesum” berarti tidak senonoh, tidak patut, atau cabul, yang lazim digunakan untuk mendeskripsikan tindakan tidak bermoral, khususnya dalam konteks seksual. Adapun kata “sembunyi” diartikan sebagai upaya menutupi atau menyembunyikan sesuatu yang buruk. Istilah “oknum” sendiri dalam KBBI memiliki arti netral dalam konteks keagamaan, namun dalam praktik sosial-politik sering dipakai untuk menyebut seseorang atau anasir dengan konotasi negatif, misalnya dalam frasa “oknum aparat yang bertindak sewenang-wenang.”

Penggunaan istilah "oknum" oleh media atau pejabat seringkali dimaksudkan untuk menjaga nama baik institusi dengan memisahkan pelaku dari lembaga yang menaunginya. Misalnya, dalam pernyataan “Ini murni kesalahan oknum, bukan institusi kepolisian,” tampak bahwa kata “oknum” digunakan untuk menghindari pertanggungjawaban institusional dan mengarahkan kesalahan semata-mata kepada individu.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ditegaskan bahwa:
“Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.”

Dengan demikian, aparat negara—baik itu aparat penegak hukum, pertahanan dan keamanan, pemerintahan, maupun legislatif—secara prinsipil memiliki peran sebagai pelindung rakyat, bukan justru menjadi pelaku pelanggaran terhadap hak-hak warga negara, khususnya perempuan dan kelompok rentan.
Sayangnya, dalam banyak kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat negara, istilah “oknum” justru digunakan untuk melindungi pelaku, bukan korban. Terjadi pembalikan logika yang mengkhawatirkan: identitas pelaku dilindungi di balik kata “oknum”, sementara identitas korban sering kali justru tersebar luas dan menjadi konsumsi publik. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan korban.

Lebih jauh, penggunaan istilah “oknum” dalam konteks pelanggaran yang berulang oleh anggota suatu institusi menimbulkan pertanyaan besar: jika pelanggaran dilakukan oleh banyak anggota institusi, apakah masih layak disebut sebagai ulah ‘oknum’? Atau justru ini mengindikasikan adanya masalah sistemik di dalam tubuh institusi tersebut?
Sejak Indonesia merdeka, institusi negara dan aparaturnya mengalami berbagai fase reformasi struktural, kelembagaan, hingga regulatif. Aturan-aturan hukum semakin lengkap, standar prosedur semakin ketat, dan teknologi pendukung semakin canggih. Namun, perilaku aparat—terutama dalam hal kekerasan terhadap perempuan—masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Fakta menunjukkan bahwa meskipun kualitas kelembagaan meningkat, kasus kekerasan yang melibatkan aparat justru semakin banyak terjadi, seolah reformasi tidak menyentuh sisi etis dan kesadaran moral para individu di dalamnya.

Tiada gading yang tak retak, setiap manusia bisa melakukan kesalahan. Namun, jika kesalahan tersebut merugikan dan merenggut hak orang lain—terlebih dalam bentuk kekerasan seksual—maka hal itu adalah kejahatan yang harus diproses secara hukum. Dalam konteks ini, perlindungan terhadap institusi tidak boleh lebih diutamakan daripada keadilan bagi korban. Sudah saatnya kita berhenti membiarkan kata “oknum” menjadi tameng kekuasaan, dan mulai menuntut pertanggungjawaban institusional atas setiap kejahatan yang dilakukan oleh anggotanya.

Penulis: Sarah
Share:

BEM PTNU soroti Krisis Multisektor di Indonesia: Dari Ekonomi hingga Keamanan Nasional

Oleh Ketua BEM PTNU Muhammad Ikhsanurrizqi

KABARMASA.COM, JAKARTA - Indonesia tengah menghadapi situasi yang cukup kompleks dan mengkhawatirkan di berbagai sektor kehidupan bangsa. Ketua BEM PTNU Se-Nusantara, Muhammad Ikhsanurrizqi, menyoroti bahwa krisis yang dihadapi hari ini bukan hanya bersifat sektoral, melainkan terstruktur dan saling berkaitan.


Di sektor ekonomi, kita menyaksikan harga kebutuhan pokok yang terus melonjak, ketimpangan distribusi bantuan sosial, dan meningkatnya angka pengangguran yang tidak tertangani serius. Anak muda sebagai tulang punggung produktivitas bangsa justru banyak yang kehilangan arah karena minimnya lapangan kerja dan akses terhadap ekonomi digital yang inklusif.


Secara politik, bangsa ini mengalami demoralisasi kepemimpinan dan krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Politik transaksional semakin menjadi budaya, sementara keberpihakan terhadap rakyat kecil justru dipertanyakan. Demokrasi kita hari ini seolah hanya menjadi jargon dalam pesta lima tahunan tanpa substansi keberpihakan pada keadilan sosial.


Di bidang teknologi dan informasi, arus digitalisasi yang masif ternyata belum diiringi dengan literasi digital yang memadai. Masyarakat rentan menjadi korban hoaks, manipulasi opini, hingga kecanduan media sosial yang memperlemah budaya berpikir kritis. Sementara itu, data pribadi warga negara justru menjadi komoditas ekonomi bagi korporasi besar tanpa pengawasan yang ketat.


Lingkungan hidup juga terus tergerus oleh proyek-proyek eksploitatif yang mengabaikan keberlanjutan. Alih fungsi lahan, deforestasi, dan pencemaran air serta udara telah menjadi realita harian, namun minim upaya mitigasi dari pemerintah. Anak muda yang bersuara malah sering diabaikan atau bahkan direpresi.


Dari sisi keamanan, konflik horizontal masih terjadi, mulai dari intoleransi hingga kekerasan berbasis identitas. Selain itu, ketahanan pangan, energi, dan data kini menjadi titik rawan baru di era geopolitik global yang tidak stabil. Indonesia harus waspada terhadap infiltrasi ideologi ekstrem maupun pengaruh asing yang bisa memecah belah bangsa.


Sebagai Ketua BEM PTNU, Muhammad Ikhsanurrizqi menegaskan bahwa pemuda dan mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan keadilan lintas sektor. Mahasiswa tidak boleh menjadi penonton di tengah pusaran krisis. Sudah saatnya kita mengambil peran lebih strategis, mengawal kebijakan, dan menawarkan solusi yang berbasis nilai keilmuan, moralitas, dan keberpihakan pada rakyat.


“Indonesia harus diselamatkan bukan hanya oleh elit yang duduk di kursi kekuasaan, tapi oleh kita semua, rakyat yang sadar, peduli, dan siap bergerak!”

Share:

PERAN MEDIA MENANGGAPI KASUS-KASUS VIRAL

JULITA, S.H
KABARMASA.COM, JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak kasus hukum yang menjadi viral di media sosial maupun media tradisional. Kasus-kasus ini tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga sering kali menciptakan kegaduhan hukum, sosial, dan politik. Berikut adalah beberapa sudut pandang hukum yang perlu dipertimbangkan terkait kasus viral yang sering diangkat di media:


1. Hak atas Privasi vs.


 Kebebasan Berpendapat

Salah satu masalah hukum yang muncul adalah konflik antara hak atas privasi individu dan kebebasan berpendapat atau informasi. Media sering kali mempublikasikan kasus-kasus yang melibatkan individu tertentu tanpa memperhitungkan dampak privasi bagi pihak yang bersangkutan. Dalam hukum Indonesia, misalnya, Pasal 28G UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas perlindungan diri dan keluarganya dari segala bentuk gangguan. Namun, kebebasan pers dan hak atas informasi juga dilindungi oleh Pasal 28F UUD 1945, yang memberi hak kepada setiap orang untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.

Media sering kali terjebak dalam upaya untuk menarik perhatian audiens, tanpa mempertimbangkan efek dari pemberitaan terhadap reputasi dan kehidupan pribadi seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara hak untuk mengetahui dan hak individu atas privasi.


2. Penyebaran Berita Palsu dan Fitnah


Kasus viral sering kali melibatkan penyebaran informasi yang tidak akurat, bahkan hoaks, yang berpotensi merusak reputasi seseorang atau institusi. Penyebaran informasi palsu atau fitnah bisa berujung pada pelanggaran hukum, baik itu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pencemaran nama baik (Pasal 310-311 KUHP) maupun UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang memberikan sanksi bagi pelaku penyebaran informasi yang merugikan orang lain.


3. Dampak Psikologis dan Sosial terhadap


 Terpannya Pihak Terkait

Kehadiran media dalam mengangkat suatu kasus viral seringkali memiliki dampak psikologis yang mendalam terhadap individu yang menjadi subjek dalam pemberitaan tersebut. Banyak kasus, individu yang menjadi pusat perhatian publik akibat pemberitaan media dapat mengalami stres, kecemasan, atau bahkan depresi akibat tekanan sosial yang diberikan. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, terdapat kemungkinan terjadinya pemerasan atau ancaman terhadap orang yang terlibat.

Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak atas perlindungan terhadap setiap individu, terutama dalam hal dampak psikologis yang timbul akibat pemberitaan media. Oleh karena itu, perlu mengedepankan etika jurnalistik yang memprioritaskan kepentingan publik tanpa mengabaikan hak-hak individu yang terlibat dalam kasus tersebut.


4. Tanggung Jawab Media dalam Memberikan Pemberitaan yang Objektif


Tanggung jawab media dalam pemberitaan yang objektif dan tidak berpihak sangat penting untuk menjaga keadilan dan transparansi. Dalam banyak kasus viral, sering kali pemberitaan media memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan atau bahkan memihak salah satu pihak tanpa memberikan ruang bagi pihak lainnya untuk menyampaikan pembelaannya. Hal ini berpotensi melanggar prinsip keadilan, yang merupakan prinsip dasar dalam hukum.


5. Penyelesaian Kasus yang Viral Melalui Jalur Hukum


Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang viral, jalur hukum sering kali menjadi pilihan terakhir untuk mencari keadilan. Dalam hal ini, mereka dapat menempuh langkah-langkah hukum, baik melalui gugatan perdata (untuk pencemaran nama baik atau kerugian lainnya) maupun laporan pidana (terkait fitnah atau penyebaran hoaks). Namun, tidak semua orang memiliki pengetahuan atau sumber daya untuk menempuh jalur hukum ini.

Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum dapat membantu memberikan rasa keadilan, namun juga perlu diingat bahwa proses hukum yang panjang dan memakan biaya bisa menjadi beban tambahan bagi pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi atau rekonsiliasi juga bisa menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi kasus-kasus viral.

Share:

Putusan Bebas dalam Kasus Perdagangan Orang: Kegagalan Keadilan Hukum Pidana

Affiliana Uli Hutagalung, S.H.
Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

KABARMASA.COM, JAKARTA - Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tidak hanya melanggar hukum pidana Nasional, tetapi juga mencederai nilai-nilai hak asasi manusia secara fundamental. Dalam sistem hukum pidana Indonesia, TPPO telah dikategorikan sebagai tindak pidana serius, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang secara tegas mengatur tentang larangan, sanksi, dan perlindungan terhadap korban.

Kasus perdagangan orang adalah luka terbuka dalam sistem hukum pidana kita. Kejahatan ini tak hanya merenggut kebebasan seseorang, tetapi juga menghancurkan masa depan korban secara sosial, ekonomi, bahkan psikologis. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ketika pelaku kejahatan ini justru bebas melenggang keluar dari ruang sidang, akibat lemahnya pembuktian atau tidak maksimalnya kerja aparat penegak hukum.

Karena dalam praktiknya, penegakan hukum pidana terhadap pelaku TPPO masih menghadapi sejumlah permasalahan krusial, seperti:

* Putusan bebas yang kontroversial terhadap pelaku TPPO, meskipun telah terdapat bukti kuat,

* Minimnya perlindungan korban dalam proses peradilan pidana,

* Kurangnya koordinasi antarpenegak hukum dalam mengusut jaringan perdagangan orang secara komprehensif.

Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara norma dan implementasi hukum pidana di Indonesia. Penegakan hukum pidana yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan masyarakat justru menjadi tumpul ketika dihadapkan pada kejahatan yang terorganisir dan melibatkan banyak kepentingan.

Salah satu contoh konkret yang sempat mencuat adalah putusan bebas dalam perkara No. 71/Pid.Sus/2016/PN.Bna, di mana terdakwa yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang dinyatakan bebas oleh hakim. Ini menjadi ironi dalam sistem hukum pidana, karena pelaku lolos dari jerat hukum, sementara korban terus menanggung dampak seumur hidup.

Pertanyaannya, di mana letak keadilan pidana dalam kasus ini?

Dalam hukum pidana Indonesia, tindak pidana perdagangan orang telah masuk dalam kategori extraordinary crime yang harus ditindak secara serius dan tegas. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 telah mengatur secara rinci tentang definisi, bentuk, serta sanksi pidana bagi pelaku TPPO. Bahkan, instrumen hukum internasional seperti Protokol Palermo sudah diratifikasi oleh Indonesia sebagai bentuk komitmen global memberantas kejahatan ini.

Namun dalam praktik, penegakan hukum kita sering kali tidak mencerminkan semangat tersebut. Banyak perkara yang akhirnya berujung putusan bebas bukan karena terdakwa tidak bersalah, tetapi karena kegagalan dalam proses pembuktian, lemahnya koordinasi antarpenegak hukum, dan kurangnya perlindungan terhadap korban sebagai saksi kunci.

Sebagai negara hukum, putusan pengadilan tentu harus dihormati. Tapi itu tidak berarti sistem kita tak bisa dikritik. Dalam konteks hukum pidana, hakim memiliki peran strategis sebagai penjaga keadilan substantif, bukan hanya penerjemah pasal-pasal hukum secara tekstual.

Sebagai seorang yang berlatar belakang pendidikan hukum, saya berpendapat bahwa Indonesia harus segera melakukan reformasi dalam penegakan hukum pidana, khususnya terhadap tindak pidana berat seperti TPPO. Reformasi tersebut meliputi:

1. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan jaksa, dalam menangani kasus yang melibatkan korban rentan seperti perempuan dan anak.

2. Penguatan peran hakim dalam menerapkan hukum secara progresif dan berkeadilan, terutama dalam memberikan perlindungan kepada korban.

3. Optimalisasi pemulihan hak-hak korban, termasuk pemulihan psikologis dan jaminan hukum pasca putusan.

4. Penerapan sanksi pidana secara proporsional dan tegas, agar memiliki efek jera bagi pelaku dan efek preventif bagi masyarakat.

Share:

Laporkan Aktivis, LAKI Sultra: Legal PT. TRK Baper dan Anti Kritik

KABARMASA.COM, SULAWESI TENGGARA - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPD LAKI) Sulawesi Tenggara, Mardin Fahrun, menyayangkan langkah hukum yang diambil PT Tambang Rejeki Kolaka (TRK) terhadap sejumlah aktivis yang menyuarakan kritik terkait dugaan aktivitas pertambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Pomalaa, Kolaka.

Sebelumnya, DPD LAKI Sultra menggelar aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Agung RI, Kantor Pusat PT Antam Tbk di Jakarta, serta Kantor DPP Partai Gerindra. Aksi tersebut menyoroti dugaan penyerobotan jalan hauling oleh PT TRK di dalam wilayah IUP milik PT Antam.

Namun, aksi itu berbuntut pelaporan ke polisi. Legal dan manajemen PT TRK melaporkan LAKI Sultra ke Polda Sultra atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah.

Menanggapi pelaporan tersebut, Mardin menilai langkah PT TRK sebagai bentuk kepanikan dan upaya membungkam kritik publik.

“PT TRK jangan baper, apalagi anti kritik. Apa yang kami sampaikan adalah bagian dari kontrol sosial, sebagai bentuk dukungan terhadap program Asta Cita Presiden RI untuk memberantas korupsi dan mendorong hilirisasi,” kata Mardin kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/7/2025).

Ia juga membantah pernyataan Legal PT TRK yang mengklaim telah melayangkan tiga kali somasi terhadap LAKI Sultra.

“Itu tidak benar. Jangan belajar bikin fiksi. Tidak ada somasi yang kami terima,” tegas aktivis muda asal Sultra tersebut.

Menurut Mardin, pelaporan ke kepolisian oleh PT TRK adalah pengalihan isu dari persoalan pokok, yakni keberadaan jalan hauling yang diklaim TRK namun secara administratif berada dalam IUP PT Antam Tbk Pomalaa.

“Pelaporan ini seperti kamuflase untuk menutupi fakta di lapangan bahwa jalan yang dipakai TRK memang masuk dalam wilayah IUP PT Antam,” ujarnya.

Lebih lanjut, pihaknya menantang aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung, untuk turun tangan dan mengusut dugaan praktik kolusi antara PT TRK dan oknum internal PT Antam Tbk.

“Kami meminta Kejagung RI bersikap objektif menyelidiki dugaan kongkalikong antara TRK dan oknum Antam terkait penguasaan jalan hauling,” ungkap Mardin.

Sebagai penutup, Mardin juga menyoroti dugaan keterlibatan salah satu kader Partai Gerindra yang diduga terlibat dalam konflik lahan tersebut. Ia meminta pimpinan tertinggi Gerindra segera mengevaluasi oknum yang diduga menghalangi proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi bagian dari program hilirisasi Presiden RI, Prabowo Subianto.

“Pimpinan Partai Gerindra harus segera ambil langkah tegas. Jangan sampai ada kader yang justru menghambat agenda besar Presiden, yaitu hilirisasi,” pungkasnya.

Laporan Red.
Share:

JAGA MARWAH ULAMA, JAGA BANTEN: BANTEN TIDAK BOLEH DIPECAH BELAH OLEH NARASI KEBENCIAN


KABARMASA.COM, BANTEN - Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Banten dihadapkan pada maraknya ujaran dan ekspresi publik yang merendahkan martabat ulama dan menghina institusi keagamaan, khususnya yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). 


Winah Setiawati ketua PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap fenomena ini.

 Sebagai organisasi kaderisasi intelektual yang lahir dari rahim NU, PMII menilai bahwa penghinaan terhadap kiai, pesantren, dan simbol-simbol keagamaan bukan sekadar tindakan tidak etis, tetapi bentuk kekerasan simbolik yang mengancam harmoni sosial dan keberadaban publik di tanah Banten.

Ulama adalah pilar peradaban. Di tangan merekalah pendidikan, akhlak, dan jati diri bangsa ini ditempa. Mereka bukan hanya guru agama, melainkan penjaga nilai, penyejuk konflik, dan pengayom masyarakat lintas golongan. Oleh karena itu, mencederai ulama sama dengan mencederai nurani dan akal sehat umat.


Tindakan penghinaan terhadap tokoh agama, simbol keagamaan, maupun lembaga keagamaan secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran atas norma hukum nasional. Dalam Pasal 156 KUHP, disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia dapat dipidana. Selain itu, dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diatur bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dapat dikenakan sanksi hukum. Pasal 45A ayat (2) UU yang sama memberikan sanksi pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pelanggarnya.Ulama adalah pilar peradaban. 


Di tangan merekalah pendidikan, akhlak, dan jati diri bangsa ini ditempa. Mereka bukan hanya guru agama, melainkan penjaga nilai, penyejuk konflik, dan pengayom masyarakat lintas golongan. Oleh karena itu, mencederai ulama sama dengan mencederai nurani dan akal sehat umat.


Tindakan penghinaan terhadap tokoh agama, simbol keagamaan, maupun lembaga keagamaan secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran atas norma hukum nasional. Dalam Pasal 156 KUHP, disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia dapat dipidana. Selain itu, dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diatur bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dapat dikenakan sanksi hukum. Pasal 45A ayat (2) UU yang sama memberikan sanksi pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pelanggarnya.


Lebih dari sekadar kerangka hukum, penghinaan terhadap ulama adalah bentuk pelecehan terhadap akar budaya dan tradisi spiritual yang menjadi penyangga utama masyarakat Banten. Tanah ini telah lama dikenal sebagai wilayah yang dihormati karena keberadaan para wali, kiai, dan ulama besar. Banten bukan hanya entitas geografis, tetapi tanah keramat yang hidup oleh nasihat, doa, dan perjuangan para alim.


PMII Banten mengingatkan seluruh pihak bahwa keberadaban bangsa ini ditopang oleh penghormatan terhadap orang-orang berilmu dan berbudi. Jika narasi kebencian dan fitnah dibiarkan terus berkembang, maka tidak hanya NU atau pesantren yang rusak, melainkan keutuhan masyarakat Banten secara keseluruhan akan terkoyak.


Banten adalah rumah bersama. Di tanah ini para ulama telah berabad-abad menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Jangan biarkan rumah ini retak oleh ego, narasi adu domba, atau kepentingan sempit. Mari kita jaga Banten — tanah berkah para ulama — dengan adab, akal sehat, dan cinta persaudaraan. Karena sekali Banten terpecah, sulit disatukan kembali.

Share:

Tak Ada Aliran Dana, Tak Terbukti Rugikan Negara: Hamka Djalaludin Refra Pertanyakan Vonis Tom Lembong?

KABARMASA.COM, JAKARTA— Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Thomas Trikasih Lembong terus menuai sorotan. Vonis 4 tahun 6 bulan penjara yang dijatuhkan pada mantan Menteri Perdagangan itu dinilai menyisakan pertanyaan mendasar: apakah seseorang dapat dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi, jika tidak terbukti menerima aliran dana dan tidak pula menimbulkan kerugian negara secara nyata?

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa Lembong telah melakukan penyalahgunaan kewenangan saat menjabat menteri pada 2015 karena memberikan izin impor kepada swasta tanpa melibatkan BUMN. Namun, fakta penting yang tak terbantahkan adalah: hingga akhir persidangan, tidak satu pun bukti menunjukkan bahwa Lembong menerima keuntungan pribadi dari keputusan itu.

Kerugian Negara Tak Terbukti, Tapi Vonis Tetap Dijatuhkan
Hal yang lebih mengundang keprihatinan adalah tidak adanya pembuktian kerugian negara dalam perkara ini. Sepanjang proses persidangan, tidak pernah dihadirkan audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan adanya kerugian negara akibat kebijakan impor tersebut.

Dalam hukum pidana korupsi, khususnya berdasarkan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, kerugian negara adalah unsur esensial. Jika tidak terbukti adanya kerugian negara secara aktual dan sah, maka unsur tindak pidana korupsi seharusnya dianggap tidak terpenuhi.

Reaksi Hukum dan Etika Publik

Saya Pikir,  vonis ini lebih mencerminkan ketakutan prosedural daripada penegakan keadilan substantif, kita lihat dengan kesadaran, bahwa vonis terhadap Tom Lembong ini tentu saja adalah “preseden mengkhawatirkan dalam demokrasi hukum”.
“Kalau tidak ada kerugian negara, tidak ada aliran dana, dan tidak ada keuntungan pribadi—lantas apa dasar memenjarakan seseorang? Hukum pidana bukan tempat menebak niat atau mengadili prosedur tanpa bukti kerugian yg  konkret tentunya ,” ujar Hamka Djalaludin Refra, 19 Juli 2025.

Hal serupa disampaikan pengamat kebijakan publik yang menyebut kasus ini sebagai bentuk “pengadilan terhadap kebijakan”, bukan tindak pidana.

Yurisprudensi Mendukung Pembebasan
Dalam berbagai putusan Mahkamah Agung sebelumnya, dinyatakan bahwa unsur kerugian negara wajib dibuktikan melalui laporan audit resmi, bukan melalui tafsir subjektif.
• Putusan MA No. 21K/Pid.Sus/2014: “Tanpa bukti kerugian negara yang sah dari BPK/BPKP, maka tidak bisa diterapkan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor.”
• Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016: Menegaskan bahwa kerugian negara harus nyata (actual loss), bukan potensi atau dugaan.

Ke mana Arah Hukum Kita?
Kasus Tom Lembong telah membuka ruang diskusi luas tentang bagaimana hukum korupsi diberlakukan di Indonesia. Ketika pejabat publik dapat divonis hanya karena prosedur, bukan karena kerugian negara atau aliran dana, maka garis batas antara penegakan hukum dan kriminalisasi kebijakan menjadi semakin kabur.

Lembong sendiri menyatakan akan menempuh banding, sembari menegaskan bahwa kebijakan yang ia ambil ketika menjabat menteri adalah bentuk diskresi demi menjaga stabilitas pangan nasional.

“Saya tidak menerima satu rupiah pun. Saya hanya menjalankan tugas negara. Jika itu dianggap kejahatan, maka negara ini perlu meninjau ulang bagaimana memperlakukan pejabat yang bekerja dengan integritas,” katanya setelah sidang.

Pertanyaannya kini bukan hanya soal Lembong, tapi juga tentang masa depan pejabat-pejabat publik yang mencoba mengambil keputusan cepat dalam situasi krisis: Apakah mereka akan dilindungi oleh hukum—atau justru dikorbankan oleh prosedur? Pungkasnya.
Share:

BEM PTNU dan Politik Ketahanan Pangan: Saatnya Mahasiswa Menjadi Aktor Strategis Bangsa

KABARMASA.COM, JAKARTA - Ketahanan pangan bukan sekadar agenda ekonomi atau jargon teknokratis dalam pembangunan. Dalam kajian kami , ia adalah alat kedaulatan, kekuatan nasional, dan sumber legitimasi kekuasaan. Negara yang gagal mengelola pangan akan terjebak dalam ketergantungan, melemah di panggung internasional, dan rawan gejolak sosial. Maka dari itu, ketahanan pangan harus ditempatkan sebagai isu politik utama—dan semua elemen bangsa, termasuk mahasiswa, wajib terlibat aktif.


Langkah strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) menjadi contoh nyata bagaimana mahasiswa dapat mengartikulasikan perannya secara konstruktif, cerdas, dan solutif. Dalam lanskap politik kontemporer yang penuh tarik-menarik kepentingan, kehadiran mahasiswa sebagai kekuatan moral dan kontrol publik sangat dibutuhkan—terutama dalam sektor pangan, yang secara langsung menyangkut hajat hidup orang banyak.


Kita tidak sedang membicarakan sektor marjinal. Tahun 2025, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang Rp224 triliun pada APBN, melampaui sektor migas. Ia tumbuh 10,45% secara tahunan—sebuah angka impresif yang memperlihatkan betapa strategisnya sektor ini dalam menopang stabilitas nasional. Namun, di balik angka itu, masih tersembunyi persoalan struktural: ketimpangan akses, dominasi tengkulak, distribusi hasil yang timpang, dan potensi permainan mafia pangan.


Apakah kita akan menyerahkan semua ini kepada pendekatan birokratis semata? Apakah cukup dengan Satgas Pangan berbasis semi-militer yang top-down? Tidak. Dalam sistem politik yang sehat, pengawasan dan keterlibatan masyarakat sipil adalah keniscayaan. Di sinilah mahasiswa harus berdiri: sebagai aktor politik, sebagai penjaga akuntabilitas negara, dan sebagai jembatan antara rakyat dan penguasa.


Langkah BEM PTNU tidak hanya relevan—ia mendesak. Dengan mendampingi petani dari hulu ke hilir, mulai dari pemilihan benih hingga distribusi pasca panen, mahasiswa telah memasuki inti dari politik pangan. Mereka bukan sekadar peserta seminar atau pemrotes di jalan; mereka kini menjadi pelaku transformasi sosial yang bekerja nyata di lapangan.


Pemerintah memang telah merancang sistem distribusi berbasis koperasi seperti **Koperasi Merah Putih**, untuk memotong dominasi tengkulak. Tapi sistem secanggih apapun tak akan efektif tanpa pendampingan, edukasi, dan kontrol sosial yang kuat. Mahasiswa, dengan kapasitas intelektual dan jaringan sosial yang luas, adalah agen ideal untuk menjembatani jurang antara kebijakan dan realitas.


Lebih dari itu, mahasiswa juga memiliki peran strategis dalam menangkal infiltrasi kepentingan jangka pendek dalam sektor pangan. Ketika nilai ekonomi pangan naik, potensi korupsi dan manipulasi pun meningkat. Tanpa kontrol independen, kita hanya menciptakan ladang subur bagi mafia dan rente politik. Mahasiswa, sebagai elemen yang relatif bebas dari kepentingan pragmatis, harus hadir sebagai penjaga transparansi dan integritas.


Sebagai akademisi saya menegaskan: inilah bentuk baru dari gerakan mahasiswa. Bukan sekadar penekan dari luar sistem, tetapi juga mitra kritis yang bekerja di dalam realitas sosial-politik. Ini adalah wajah politik transformatif yang lebih matang—politik yang tidak hanya berbicara, tetapi bertindak.


Karena pada akhirnya, ketahanan pangan bukan hanya tentang ketersediaan beras atau harga cabai. Ia adalah soal kedaulatan bangsa. Soal keadilan sosial. Soal masa depan generasi berikutnya. Dan tidak ada posisi netral dalam perjuangan sebesar ini.


Langkah BEM PTNU harus menjadi inspirasi dan pemantik bagi seluruh organisasi mahasiswa di Indonesia. Negara membutuhkan energi muda yang berani, cerdas, dan berpihak. Mahasiswa tidak lagi boleh berdiri di pinggir. Sudah saatnya mereka maju ke tengah panggung—bekerja bersama rakyat, mengawal negara, dan membangun sistem pangan yang adil, mandiri, dan berdaulat.

 

Share:

Penggeledahan Insidentil Kamar Hunian, Lapas Pangkalan Bun Kembali Lakukakan Razia

KABARMASA.COM, PANGKALAN BUN - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Pangkalan Bun Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kalimantan Tengah melaksanakan kegiatan penggeledahan insidentil kamar hunian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (Ka. KPLP), Hendra Lumban Toruan, didampingi oleh Kepala Subseksi Keamanan, Sabar Tambun, serta jajaran staff dan regu pengamanan  Lapas Pangkalan Bun, yang diawasi langsung oleh Kalapas Pangkalan Bun, Herry Muhamad Ramdan (16/07). 


Penggeledahan ini merupakan bagian dari langkah preventif dan deteksi dini untuk mencegah potensi gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib). Dalam pelaksanaannya, petugas melakukan penggeledahan pada beberapa kamar di awali dengan pemeriksaan badan kemudian di lanjutkan dengan penggeledahan kamar hunian secara menyeluruh, dengan tetap mengedepankan sikap yang humanis terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan


Ka. KPLP, Hendra Lumban menekankan bahwa penggeledahan insidentil menjadi hal yang wajib dilakukan guna mendeteksi dini gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Seperti penggunaan senjata tajam, obat obatan terlarang, serta penggunaan alat komunikasi yang di larang di gunakan di dalam lapas. 


"Langkah ini merupakan bagian dari komitmen kami dalam menjaga situasi Lapas tetap kondusif, aman, dan bebas dari gangguan. Kami juga terus menekankan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam setiap tindakan pengamanan," ujar Hendra.


Hal senada juga di tekankan oleh Kalapas Pangkalan Bun, Herry Muhamad Ramdhan. "Kami akan terus melakukan razia baik rutin maupun insidentil untuk terus menekan dan meminimalisir terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di dalam lapas," pungkasnya.


Lapas Kelas IIB Pangkalan Bun akan terus meningkatkan pengawasan dan pengamanan secara berkelanjutan guna menciptakan lingkungan pemasyarakatan yang aman serta mendukung proses pembinaan yang maksimal bagi seluruh WBP.

Share:

Penggeledahan Rutin Kamar Hunian, Lapas Pangkalan Bun Lakukan Upaya Pencegahan Terjadinya Gangguan Kamtib


KABARMASA.COM, PANGKALAN BUN -Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Pangkalan Bun Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kalimantan Tengah melaksanakan kegiatan penggeledahan rutin kamar hunian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (Ka. KPLP), Hendra Lumban Toruan, didampingi oleh Kepala Subseksi Keamanan, Sabar Tambun, serta regu pengamanan dan staff Lapas Pangkalan Bun, yang diawasi langsung oleh Kalapas Pangkalan Bun, Herry Muhamad Ramdan (02/07). 


Penggeledahan ini merupakan bagian dari langkah preventif dan deteksi dini untuk mencegah potensi gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib). Dalam pelaksanaannya, petugas melakukan penggeledahan salah satu kamar hunian secara menyeluruh, dengan tetap mengedepankan sikap humanis dan sesuai dengan standar operasional prosedur.


Kalapas Pangkalan Bun menekankan bahwa penggeledahan rutin menjadi hal yang wajib dilakukan guna mendeteksi dini gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Seperti penggunaan senjata tajam, obat obatan terlarang, serta penggunaan alat komunikasi yang di larang di gunakan di dalam lapas. 


"Langkah ini merupakan bagian dari komitmen kami dalam menjaga situasi Lapas tetap kondusif, aman, dan bebas dari gangguan. Kami juga terus menekankan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam setiap tindakan pengamanan," ujar Herry. 


Lapas Kelas IIB Pangkalan Bun akan terus meningkatkan pengawasan dan pengamanan secara berkelanjutan guna menciptakan lingkungan pemasyarakatan yang aman serta mendukung proses pembinaan yang maksimal bagi seluruh WBP.

Share:

Kanwil Ditjenpas Kalteng Laksanakan Monev sebagai Bentuk Pengawasan Melekat di Lapas Pangkalan Bun


KABARMASA.COM, PANGKALAN BUN - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kalimantan Tengah, Melaksanakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) sebagai bentuk pengawasan melekat di Lapas kelas IIB Pangkalan Bun, Kamis (10/07/25).

Kegiatan yang dilaksanakan bersama Kepala Bidang Pelayanan dan Pembinaan, Leonard Silalahi, beserta tim ini berfokus pada kualitas pelayanan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Tim Kanwil Ditjenpas Kalteng meninjau langsung berbagai fasilitas pelayanan dasar, dimulai dari dapur hingga poliklinik, guna memastikan standar pelayanan berjalan sesuai ketentuan.

Salah satu titik perhatian dalam kunjungan ini adalah pengecekan kesesuaian menu makanan dengan daftar menu harian. Pemeriksaan dilakukan secara cermat untuk memastikan hak-hak dasar WBP terpenuhi, termasuk dari aspek kesehatan dan gizi. Kepala Bidang Pelayanan dan Pembinaan juga menyampaikan pentingnya menjaga kualitas makanan sebagai bagian dari pemenuhan standar pelayanan minimum di Lapas.


“Kami ingin memastikan bahwa setiap pelayanan, sekecil apa pun, benar-benar dijalankan dengan baik dan sesuai standar. Ini adalah bagian dari komitmen kita untuk menjunjung tinggi prinsip pemasyarakatan yang manusiawi,” ujar Leonard.

Selain dapur, tim juga memeriksa kondisi dan kelengkapan fasilitas poliklinik, buku register pelayanan tahanan, serta fasilitas pengawasan lainnya dan juga Gudang Senjata pada Lapas. Evaluasi ini dilakukan secara menyeluruh untuk mengidentifikasi potensi kekurangan serta perbaikan yang diperlukan demi optimalisasi fungsi Lapas sebagai tempat pembinaan.

“Pengawasan ini bukan semata mencari kekurangan, tetapi sebagai bentuk pendampingan agar seluruh jajaran bisa terus meningkatkan pelayanan. Lapas bukan hanya tempat menahan, tapi juga membina. Mari kita buktikan bahwa pemasyarakatan di Kalimantan Tengah terus berbenah,” tegas Leonard.



Share:

Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Entri yang Diunggulkan

Indikasi Korupsi Di Tubuh Kampus Merah Maron : LDPI Sultra Desak Kejaksaan Periksa Rektornya

KABARMASA.COM, SULAWESI TENGGARA - Sejumlah proyek di Kampus Universitas Sembilanbelas November Kolaka (USN  Kolaka) terindikasi...

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts