KABARMASA.COM, JAKARTA- Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi, salah satunya tercermin dalam keragaman pakaian adat dari berbagai suku bangsa. Pakaian adat tidak hanya sekadar busana, melainkan mengandung nilai-nilai filosofis, sejarah, identitas, hingga simbol status sosial masyarakat adat. Keunikan dan nilai budaya yang terkandung dalam pakaian adat merupakan bagian dari pengetahuan tradisional yang selayaknya mendapatkan perlindungan hukum, khususnya dalam kerangka Hak Kekayaan Intelektual. (11/07/2025).
1. Pakaian Adat sebagai Pengetahuan Tradisional
Pakaian adat mencerminkan warisan turun-temurun yang diciptakan oleh komunitas lokal berdasarkan nilai, simbolisme, dan fungsi sosial tertentu. Misalnya, Ulos pada masyarakat Batak, Songket dari Palembang, dan Kebaya yang telah mendunia merupakan hasil karya budaya yang diwariskan secara lisan maupun melalui praktik berulang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional.
Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), Traditional Knowledge (TK) adalah pengetahuan, inovasi, dan praktik yang berkembang dari pengalaman dan adaptasi budaya masyarakat lokal dan pribumi terhadap lingkungan setempat. Dalam konteks ini, pakaian adat merupakan bentuk TK yang perlu dilindungi dari penyalahgunaan, eksploitasi komersial tanpa izin, dan pengaburan nilai-nilainya.
2. Ancaman terhadap Pakaian Adat
Seiring globalisasi dan berkembangnya industri mode, banyak desain pakaian adat diadopsi oleh pihak luar tanpa izin atau tanpa memperhatikan nilai budaya di baliknya. Tindakan ini termasuk dalam kategori cultural appropriation. Contoh nyata adalah ketika motif batik atau tenun khas Indonesia diklaim oleh negara lain atau digunakan perusahaan asing untuk kepentingan komersial tanpa menyebutkan asal budaya atau memberi kompensasi kepada komunitas pemilik asli.
Selain itu, ketidaktahuan masyarakat lokal mengenai mekanisme perlindungan HAKI juga memperparah situasi, karena banyak komunitas adat yang tidak menyadari pentingnya mendaftarkan karya budaya mereka sebagai bentuk kekayaan intelektual komunal.
3. Perlindungan HAKI sebagai Bentuk Pengakuan dan Keberlanjutan Budaya
Dengan memberikan perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional dalam bentuk HAKI, negara bisa mencegah pencurian budaya (cultural theft) dan sekaligus memberdayakan masyarakat adat. Dalam konteks pakaian adat, perlindungan ini bisa meliputi:
• Hak atas desain motif tradisional.
• Hak kolektif komunitas atas hasil budaya.
• Pemberian indikasi geografis (IG) terhadap produk yang memiliki ciri khas lokal.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten juga memberikan ruang untuk perlindungan ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional, meskipun masih diperlukan aturan teknis yang lebih jelas.
Menurut hemat penulis, "perlindungan terhadap pakaian adat dalam kerangka HAKI bukan sekadar urusan legal formalitas, tetapi merupakan bagian dari penghormatan terhadap identitas dan martabat budaya bangsa. Indonesia sebagai negara multikultural seharusnya lebih progresif dalam memfasilitasi masyarakat adat untuk melindungi hasil kebudayaannya.
Pemerintah dan akademisi perlu membentuk pusat pendataan dan perlindungan pengetahuan tradisional, khususnya pakaian adat, untuk memudahkan pendaftaran dan pengakuan hukum. Hal ini harus dibarengi dengan penyuluhan hukum kepada komunitas adat mengenai manfaat perlindungan HAKI dan pentingnya menjaga hak kolektif mereka agar tidak dieksploitasi pihak luar.
Selain itu, penting bagi dunia usaha dan desainer untuk lebih etis dan bertanggung jawab dalam menggunakan unsur-unsur budaya lokal. Kerja sama dengan komunitas adat sebagai pemilik sah dari pengetahuan tersebut harus dilakukan agar terjadi alih manfaat yang adil dan berkelanjutan". ujar, Rahman.
Pakaian adat merupakan bagian tak terpisahkan dari pengetahuan tradisional Indonesia. Perlindungan terhadapnya dalam kerangka HAKI sangat penting untuk menjaga keaslian budaya, mencegah eksploitasi, serta memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada komunitas pemiliknya. Negara harus hadir melalui regulasi, edukasi, dan pendampingan agar pengetahuan tradisional, termasuk pakaian adat, tetap lestari dan berdaulat di tengah arus globalisasi, pungkasnya.
Penulis: Abdur Rahman Siregar (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia)
No comments:
Post a Comment