KABARMASA.COM, JAKARTA- Aliansi BEM Nusantara Wilayah DKI Jakarta melayangkan kritik keras terhadap Komjen Pol. Muhammad Fadil Imran yang dinilai melakukan praktik rangkap jabatan dengan menjabat sebagai Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri sekaligus Komisaris di Holding Industri Pertambangan BUMN, MIND ID. Kajian kritis yang mereka rilis pada 3 Juli 2025 menyebut bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar berbagai aturan hukum, kode etik, dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam dokumen kajian mereka, aliansi mahasiswa ini memulai dengan menekankan pentingnya profesionalisme, etika birokrasi, serta integritas aparatur negara. Mereka memandang bahwa rangkap jabatan yang dilakukan Komjen Fadil Imran, seorang perwira aktif Polri, merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang praktik tersebut.
Dalam temuan mereka, Fadil Imran diketahui masih aktif menjabat sebagai Kabaharkam Polri, salah satu jabatan strategis di tubuh Kepolisian Republik Indonesia. Di saat yang sama, namanya juga tercantum secara resmi di situs web MIND ID sebagai anggota dewan komisaris, lengkap dengan riwayat jabatan dan status aktifnya di Polri.
Menurut kajian tersebut, tidak ada informasi bahwa Komjen Fadil telah mengundurkan diri atau pensiun dari institusi kepolisian sebelum menduduki posisi tersebut di BUMN. Ini yang kemudian menjadi titik awal analisis pelanggaran hukum.
“Ini bertentangan langsung dengan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menyatakan bahwa anggota Polri hanya bisa menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun,” tulis Aliansi BEM Nusantara DKI Jakarta dalam kajiannya, (04/07/2025).
Tak hanya itu, mereka juga mengacu pada Pasal 17 huruf (a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang melarang pelaksana dari instansi pemerintah, termasuk BUMN dan BUMD, untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha.
Lebih lanjut, aliansi ini juga menyoroti aspek disiplin dan etika profesi Polri. Mereka mengutip Pasal 5 huruf (d) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 yang melarang anggota Polri bekerja sama dengan pihak luar untuk memperoleh keuntungan pribadi atau golongan yang dapat merugikan kepentingan negara.
“Menjabat sebagai komisaris di perusahaan besar seperti MIND ID membuka ruang terjadinya konflik kepentingan. Hal ini juga bertolak belakang dengan semangat Etika Kelembagaan Polri sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022,” jelas mereka, mengacu pada pasal-pasal yang menuntut pejabat Polri untuk mendahulukan tugas dan tanggung jawab utamanya sebagai penegak hukum.
Sebagai bentuk respons terhadap situasi tersebut, BEM Nusantara DKI Jakarta mengajukan empat tuntutan penting:
1. Kapolri dan Divisi Propam diminta segera melakukan klarifikasi terbuka serta pemeriksaan etik terhadap Komjen Pol. Fadil Imran.
2. Kementerian BUMN dan MIND ID didesak untuk meninjau ulang penempatan perwira aktif Polri dalam jabatan komisaris agar prinsip tata kelola yang bersih dan akuntabel tetap terjaga.
3. Presiden RI dan DPR RI diminta menegakkan hukum secara konsisten dan tanpa pandang bulu, guna memperkuat kepercayaan publik.
4. Kompolnas dan Komisi III DPR RI diajak untuk mengawasi serta mengusut dugaan pelanggaran hukum dan etika tersebut secara transparan.
“Keteladanan moral dan kepatuhan terhadap hukum adalah fondasi utama kepercayaan publik terhadap institusi seperti Polri. Bila pelanggaran ini dibiarkan, maka akan mencederai prinsip meritokrasi, profesionalisme, dan supremasi hukum di negeri ini,” tegas Piere A.L Lailossa selaku Koordinator Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta.
Muhammad Kafi selaku Sekretaris Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta, menegaskan bahwa "Kajian kami bukan dimaksudkan sebagai serangan terhadap pribadi Komjen Fadil Imran, melainkan sebagai upaya kolektif mahasiswa untuk menjaga integritas dan etika dalam penyelenggaraan negara", ujarnya.
Kajian ini diakhiri dengan seruan moral bagi seluruh pemangku kepentingan untuk tidak menormalisasi praktik rangkap jabatan, terutama di kalangan pejabat publik yang semestinya menjadi teladan integritas dan dedikasi.
No comments:
Post a Comment